SOLOPOS.COM - Ilustrasi batik (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Solopos.com, SRAGEN — Diberlakukannya kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta membuat para pengrajin batik di Desa Pilang, Desa Kliwonan, dan Pungsari di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah meradang. Pasalnya, sebagian besar produk batik mereka dipasarkan wilayah Jakarta.

Sugiyamto, salah satu pengusaha batik asal Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Sragen, mengatakan sebagian besar hasil produksi batik di Desa Pilang, Kliwonan dan Pungsari dipasarkan di pusat perbelanjaan Thamrin City Jakarta. Bahkan, kata dia, 40% pemasaran batik di Thamrin City dikuasai oleh pengusaha batik asal Sragen.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

"Mereka banyak yang buka kios penjualan batik di sana. Begitu PSBB diberlakukan lagi, dampaknya sudah pasti mengerikan," ujar Sugiyamto kepada Solopos.com, Senin (14/9/2020).

Sugiyamto menjelaskan hampir semua transaksi penjualan batik tidak dilakukan secara tunai, melainkan melalui cek atau giro. Namun, datangnya pandemi Covid-19 membuat proses pencairan giro tersebut mundur 3-5 bulan.

Kisah Unik Pria Trucuk Klaten yang Tinggal di Makam: Pernah Berjaya Jadi Dukun Togel

Mundurnya pencairan giro itu terjadi karena pasokan batik yang dikirim pengrajin kepada penjual belum laku dipasaran. Hal itu membuat perputaran uang dari hasil penjualan batik stagnan.

"Di masa pandemi ini, orang berpikir bagimana caranya bisa makan. Jadi, batik bukan lagi menjadi kebutuhan utama. Itu yang membuat penjualan batik merosot. Karena perputaran uang mandek, pencairan giro kepada pengrajin pun tertunda. Padahal, pengrajin ini juga punya tanggungan utang untuk membeli kain dan obat pewarna," jelas Sugiyamto.

Produksi Menurun

Lantaran penjualan batik merosot, para pengrajin di Sragen juga mengurangi jumlah produksi. Hal itu membuat mereka mengurangi jumlah tenaga kerja. Bahkan, kata Sugiyamto, sejumlah pengrajin terpaksa menghentikan proses produksi batik.

Sebagian hanya melayani pesanan dari lembaga tertentu seperti perkantoran atau sekolah.

"Dari 90-an pengrajin batik di Pilang dan Kliwonan, yang tetap operasional paling 10-13 pengrajin. Sebagian besar tidak beroperasi sejak Maret lalu. Tertundanya pencairan giro membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan ada di antara kita sampai harus menjual sawah dengan harga murah untuk menutup utang," papar Sugiyamto.

Tak Pakai Masker, 26 Warga Disita KTP-nya & 9 Orang Dihukum Nyapu di Klaten

Sementara itu, Wakil Ketua Hipmi Sragen, Arnan Muzzamil, mengatakan diberlakukannya PSBB di Jakarta jelas memengaruhi iklim usaha di tiap daerah, termasuk Sragen. Menurutnya, terdapat sejumlah anggota Hipmi Sragen yang mengandalkan jaringan di Jakarta untuk memasarkan produk.

"Kebetulan ada anggota yang aktif di dunia pertanian khusus buah semangka dan melon. Kalau diberlakukan PSBB, sudah pasti mereka tidak bisa membawa hasil panen ke Jakarta. Ini pasti berpengaruh terhadap iklim usaha di daerah," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya