SOLOPOS.COM - Pembangunan jalan tol di Desa Kuwiran, Banyudono, Boyolali, Jumat (3/2/2023). Exit Tol Colomadu akan dipindah ke area Dukuh Gading, Desa Kuwiran, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Pembebasan lahan untuk proyek tol Solo-Jogja di wilayah Boyolali masih tersisa 71 bidang dengan total luas 21,43 hektare hingga Jumat (3/2/2023). Dari 71 bidang itu, uang ganti rugi untuk 10 bidang tanah sudah dititipkan ke Pengadilan Negeri (PN) dengan sistem konsinyasi.

Data tersebut disampaikan Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Boyolali, Priyanto, saat berbincang dengan Solopos.com seusai acara penanaman patok di salah satu tanah warga Pulisen, Boyolali, Jumat (3/2/2023).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Priyanto mengungkapkan alasan 71 bidang tanah tersebut belum terealisasi ada beberapa hal. “Ada yang sengketa, ada yang dikonsinyasi karena kepemilikan tidak jelas, ada yang masih proses validasi, inventarisasi, dan identifikasi, jadi dalam proses,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan walaupun ada beberapa hambatan, proyek strategis nasional (PSN) berupa pembangunan jalan tol Solo-Jogja di Boyolali itu tidak boleh terhambat. Pri mengungkapkan secara total, pengadaan tanah untuk tol Solo-Jogja di wilayah Boyolali ada 89,73 hektare.

Tanah seluas itu terbagi menjadi 1.092 bidang lahan yang terdiri dari 184 bidang fasilitas umum dan sosial. Kemudian 908 bidang adalah kepemilikan instansi dan warga.

Kemudian, yang sudah terealisasi untuk pengadaan tanah 68,29 hektare atau sudah mencapai 82,2 persen dari total 89,73 hektare terdiri atas 837 bidang atau 92,2 persen dari total 908 bidang lahan milik instansi dan warga.

Sementara itu, Kasi Pengadaan dan Pengembangan Pertanahan BPN Boyolali, Djarot Sucahyo, mengatakan uang ganti rugi (UGR) pengadaan tanah proyek tol Solo-Jogja di wilayah Boyolali belum bisa dibayarkan 100 persen karena realisasi bidang tanah baru 92,2 persen.

Bukti Kepemilikan

Ia menyebutkan ada 71 bidang tanah yang belum dibayar ganti ruginya. Dari 71 bidang tanah itu, ada 10 bidang yang dimasukkan konsinyasi. Konsinyasi dalam hal ini uangnya dititipkan di pengadilan.

Alasannya ada yang masih berperkara (4 bidang), sengketa (2 bidang), dan tidak diketahui keberadaannya (3 bidang). “[Tidak diketahui keberadaannya] artinya ketika kami undang musyawarah untuk pendataan tidak pernah hadir, termasuk satu bidang tanah diagunkan di bank,” katanya.

Ia menjelaskan untuk membayar uang ganti rugi diperlukan bukti kepemilikan. Sertifikat tanah yang diagunkan berada di bank sehingga BPN tidak bisa membayar ganti ruginya. Maka dari itu, tanah yang diagunkan dikonsinyasikan ke pengadilan.

“Kalau [UGR] yang sudah terbayar dari 837 bidang sekitar Rp971 miliar sejak 2020. Nah, untuk 10 bidang tanah yang dikonsinyasi nilainya sekitar Rp8,6 miliar,” jelas Djarot.

Kemudian, ia mengungkapkan pengadaan tanah ditargetkan selesai sesuai dengan penetapan lokasi (penlok) pada Juli 2023. Namun, ia mengatakan BPN tetap akan menyesuaikan kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Djarot juga menjelaskan beberapa proyek membutuhkan dana talangan seperti saat memindahkan makam. Ia mengatakan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) tidak mungkin menurunkan uang jika makam belum dipindah.

“Nah, ini perlu ada dana talangan dulu untuk memindahkan makam. Kadang hal-hal seperti itulah yang menghambat. Selain itu ada pemilik tanah yang kurang proaktif karena kebanyakan pemiliknya tidak berada di situ,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya