SOLOPOS.COM - Ilustrasi MRT Jakarta (Foto :Dokumentasi)

Ilustrasi MRT Jakarta (Foto :Dokumentasi)

JAKARTA—Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan akan melakukan renegosiasi untuk membahas peluang perubahan pembagian beban utang antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI dalam pembiayaan pembanguan mass rapid transit (MRT).

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Pada Oktober 2005, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengeluarkan Surat Keputusan Menko Perekonomian No. 057 yang menetapkan pendanaan proyek MRT Jakarta dibiayai dari pinjaman Japan International Cooperation Agency dengan total 120 miliar yen.

Pembayaran pinjaman tersebut ditanggung bersama oleh pemerintah pusat  dan Pemprov DKI Jakarta dengan komposisi 42% pemerintah pusat, dan 58% Pemprov DKI. Komposisi inilah yang dipertimbangkan oleh Jokowi, sebagai upaya untuk meringankan beban utang Pemprov DKI.

Jokowi sempat mengusulkan adanya perubahan komposisi menjadi 70% pemerintah pusat dan 30% Pemprov DKI. Jokowi juga menyebutkan komposisi mungkin diusulkan menjadi 60% ditanggung pemerintah pusat, dan 40% oleh Pemprov DKI.

“Kalau tidak setuju 70%-30%, ya tidak apa-apa. Mungkin bisa diberikan 60%-40%. Tapi nanti share-nya pemerintah pusat harus lebih besar. Kalau tidak, beban kita akan berat termasuk juga beban untuk tiket, dan beban pengembalian investasi,” kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Jumat (30/11).

Dia merasa komposisi yang ada saat ini masih memberatkan Pemprov DKI. Pertemuan bersama Menteri Keuangan akan dijadwalkan pada pekan depan, katanya, dan dilanjutkan dengan pertemuan bersama pihak Jepang sebagai pemberi pinjaman.

Proses renegosiasi tersebut menurut Jokowi perlu dilakukan agar PT MRT Jakarta dapat berjalan dengan sehat ke depannya. Dia menargetkan dapat mengambil putusan mengenai keberlanjutan pembangunan moda transportasi massal tersebut pada Desember 2012, sama seperti dengan rencana pembangunan monorel.

Pada Kamis (29/11), Jokowi kembali melakukan pertemuan bersama PT MRT Jakarta. Berdasarkan pertemuan lanjutan tersebut, Jokowi mengaku sudah memperoleh informasi lebih detail termasuk harga per kilometer, return of investemen dan tarif.

Meskipun begitu, dia mengatakan masih membutuhkan kajian secara menyeluruh termasuk dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial, agar dapat disampaikan secara lengkap kepada masyarakat.

Jokowi menyebutkan besaran tarif yang disebutkan oleh PT MRT pada Rabu (28/11) sebesar Rp15.000, terjadi kalau MRT mendapatkan subsidi dari harga awal Rp38.000. Karena nilai subsidi sangat besar, menurut dia, Pemprov membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit menjelaskan komposisi 42%-58% pada saat itu mengemuka berdasarkan permintaan Pemprov DKI. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan untuk memberikan keleluasaan pada Pemprov DKI dalam mengambil tindakan.

“Butir itu diberikan agar wewenang Pemprov DKI dapat lebih besar dalam mengambil keputusan. Dengan share DKI lebih tinggi, artinya proyek tersebut milik DKI, bukan pemerintah pusat,” ujarnya.

Kalau pembagian diubah, jelasnya, maka keberadaan pemerintah pusat sebagai pemilik proyek menjadi lebih besar. Kementerian Perhubungan bisa saja mengajukan term yang berbebeda dari kondisi saat ini.

Misalnya, sambung Danang, pembangunan MRT bisa diusulkan sampai keluar wilayah DKI Jakarta. Pembagian tersebut tidak hanya berdampak pada tanggungan hutang, tapi juga terkait pengelolaan, trase, juga penerapan teknologi yang digunakan.

Kalau merasa terbebani dengan tanggungan subsidi yang dikhawatirkan akan besar, Danang mengusulkan Pemprov DKI dapat memberikan wewenang pengelolaan aset pada pengembangan kawasan oleh PT MRT, sebagai pendapatan tambahan.

Dia menghitung, jika PT MRT dapat melakukan pengembangan di bidang properti, hal tersebut dapat menekan biaya tarif sekaligus menghilangkan ketergantungan pada subsidi.

Dalam forum terbuka yang digelar Pemprov DKI pada Rabu (28/11), Dirut PT MRT Jakarta Tribudi Rahardja menyebutkan hitungan besaran tarif yang mungkin dikenakan kepada penumpang berdasarkan kajian terbaru sebesar Rp15.000.

Tarif tersebut dihitung dengan dua versi besaran subsidi yang akan ditanggung oleh Pemprov DKI. Jika 100% aset menjadi milik MRT dengan 58% total biaya pinjaman menjadi beban MRT, maka subsidi mencapai Rp3,355 trilliun dengan asumsi subsidi diberikan Rp240 miliar/tahun selama 14 tahun.

Sementara subsidi dengan total Rp876 miliar dengan asumsi subsidi diberikan Rp146 miliar/tahun selama enam tahun terjadi, jika kepemilikan MRT hanya meliputi rolling stock dan beberapa aset tertentu dengan hanya 14% total biaya pinjaman yang menjadi beban MRT.

Berdasarkan perkembangan yang ada jarak pembangunan MRT tahap satu diperpanjang menjadi 15,7 km dihitung dari Lebak Bulus-Bundaran HI, dengan total besaran pinjaman mencapai Rp14,25 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya