SOLOPOS.COM - Fly over Purwosari Solo (Whisnu P/JIBI/Solopos)

Pemkot Solo diminta memperhatikan dampak pembangunan Flyover Manahan dan Purwosari bersamaan.

Solopos.com, SOLO — Pemerintah Kota Solo diminta benar-benar memikirkan dampak sosial yang bakal timbul jika jalan layang (flyover) Manahan dan Purwosari dikerjakan bersamaan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pengamat Transportasi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Syafi’i, memprediksi pengerjaan proyek flyover Manahan dan Purwosari secara bersamaan akan menimbulkan dampak kemacetan yang luar biasa di berbagai jalan Kota Solo.

Dampak kemacetan tersebut lantas mengganggu kehidupan sosial masyarakat, seperti terjadi penurunan produktivitas dan bahkan stres akibat terlalu lama di jalan. Belum lagi, kata dia, masyarakat akan semakin dihadapkan pada situasi rawan kecelakaan di jalanan yang padat.

“Sekarang ini Solo tanpa pembangunan flyover saja sudah macet di beberapa lokasi. Nah, kalau jalan-jalan utama ditutup untuk proyek flyover Manahan dan Purwosari, pertanyaan besarnya kendarana mau lewat mana? Itu saya prediksi akan menimbulkan kemacetan yang naik sangat-sangat signifikan kalau pembangunan flyover dilakukan secara bersamaan,” kata Syafi’i kepada Solopos.com, Rabu (7/2/2018).

Jika pembangunan flyover Purwosari belum dianggarkan, Syafi’i menyarankan pelaksanaannya dikerjakan setelah flyover Manahan selesai. Dengan begitu, dampak pembangunan menjadi lebih kecil.

Namun, jika pembangunan flyover Manahan dan Purwosari dikehendaki dikerjakan secara bersamaan, dia meminta kepada pemerintah untuk menyiapkan manajemen dan rekayasa lalu lintas (MRLL) dengan matang-matang supaya bisa meminimalkan dampak yang dirasakan masyarakat atas pambangunan infrastruktur jalan tersebut.

“Yang jelas kan tergantung anggaran pemerintah. Kalau anggaran pembangunan flyover Purwosari jatuhnya juga pada tahun ini, ya pembangunan itu mesti jalan. Kalau enggak, uangnya hangus. Oleh karenanya, kalau memang dipaksakan dua flyover dikerjakan bersamaan, harus dipikirkan matang-matang tentang MRLLnya yang baik seperti apa supaya meminimalkan dampak dari pembangunan itu,” jelas Syafi’i.

Syafi’i menyampaikan setelah menyelesaikan skema manajemen rekayasa lalu lintas (MRLL), pemerintah harus mensimulasikan skema pengaturan lalu lintas. Simulasi perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari penerapan rencana skema MRLL. Simulasi perlu dilakukan beberapa kali hingga pemerintah menemukan skema MRLL terbaik baik untuk diterapkan saat proses pembangunan.

“Pembangunan flyover bisa disimulasikan, kemudian dilihat dampaknya seberapa besar? Dari estimasi dampak itu, pemerintah bisa lihat manajemen dan rekayasa lalu lintas apa yang bisa dilakukan terutama untuk pengalihan rute dan pengaturan-pengaturan lainnya. Misalnya, jalan mana saja yang perlu dijadikan satu arah selama pembangunan? Perencanaan itu perlu dikerjakan serius mengingat masa pembangunan flyover juga tidak hanya sebulan, dua bulan, tapi lebih lama,” tutur Syafi’i.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya