SOLOPOS.COM - Ilustrasi pekerja seks komersial (PSK) Resosialisasi Argorejo yang lebih kondang dengan nama Lokalisasi Sunan Kuning Semarang. (Imam Yuda S./JIBI/Semarangpos.com)

Prostitusi di Semarang, salah satunya terpusat di kawasan Resosialisasi Argorejo atau Sunan Kuning (SK).

Semarangpos.com, SEMARANG — Kebijakan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang menargetkan Indonesia Bebas Prostitusi 2019 rupanya tak dianggap isapan jempol oleh penghuni Resosialisasi Argorejo atau Sunan Kuning (SK) Kota Semarang. Terbukti, kawasan yang dianggap sebagai pusat prostitusi di Kota Semarang itu mulai sepi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Ketua Resosialisasi Argorejo, Suwandi Eko Putranto, dalam beberapa bulan terakhir ini, banyak warga binaannya yang memutuskan pergi. Mereka pamit untuk pulang kampung atau mencari kerja ke kota lain.

“Jumlah pekerja seks di sini sekarang hampir habis. Tinggal 30%. Mereka rata-rata takut melayani tamu karena isu penutupan semakin santer,” tutur Suwandi saat dijumpai Semarangpos.com, beberapa waktu lalu.

Suwandi menambahkan penutupan SK bukanlah isu belaka. Pihaknya bahkan sudah menerima surat keputusan (SK) dari Dinas Sosial Kota Semarang terkait penutupan Resosialisasi Argorejo sejak enam bulan lalu.

Penutupan lokalisasi terbesar di Semarang itu merupakan imbas dari kebijakan pemerintah yang menargetkan Indonesia Bebas Prostitusi 2019. Kebijakan itu pun membuat banyak warganya yang waswas. Apalagi, aparat kepolisian dan Satpol PP juga kerap menggelar razia bagi pekerja seks komersial (PSK) Sunan Kuning.

Kondisi itu pun membuat banyak PSK yang memilih pindah kos di luar kompleks SK. Mereka juga mulai enggan melayani pengunjung dan hanya bersedia menjadi pemandu karaoke.

“Banyak yang takut kena razia. Jadi, imbasnya tamu kami menurun drastis sampai 50% dibanding hari-hari sebelumnya. Kondisinya sekarang sepi, kalau pun ramai cuma pas malam minggu,” tutur Suwandi.

Suwandi mengaku siap jika nanti SK benar-benar ditutup. Pihaknya bahkan sudah membekali warga binaannya dengan berbagai macam pelatihan, seperti tata boga.

“Pelatihan itu untuk mempersiapkan mereka, jika nanti SK benar-benar ditutup. Semoga mereka bisa kembali ke masyarakat dan mempraktikan ilmu yang diperoleh untuk mendapatkan penghasilan,” imbuh Suwandi.

Meski demikian, Suwandi berharap kebijakan terkait penutupan SK itu tidak jadi dilaksanakan. Ia tidak mau melihat semua penghuni resos kehilangan mata pencaharian sehingga nekat beroperasi di jalanan.

“Pas zaman Reformasi dulu juga sempat ditutup. Akibatnya, banyak PSK yang menjajakan diri di jalan. Kan malah enggak kekontrol dari segi kesehatannya,” ujar pria asal Wonogiri itu.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya