SOLOPOS.COM - ilustrasi (google img)

ilustrasi (google img)

Di media chatting MIRC, gadis itu mulai online. Dari nick name yang dia pakai saat itu —ce_singel_bte— terlihatlah bahwa nama itu adalah sandi sekaligus upaya memancing lelaki hidung belang. Tim Espos pun segera aktif di aplikasi tersebut dan berbincang dengannya.

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Tanpa panjang lebar, gadis yang mengaku bernama Ani [tentu nama samaran] itu langsung memakai jurus ampuhnya. “Ani telat bayar kos tiga pekan, Mas. Mama Ani sakit. Dan belum bisa ngasih uang,” tulisnya di aplikasi MIRC kala itu. “Butuh uang berapa?” tanya Solopos.com yang kala itu memakai nick name c0_YM.

“Rp300.000 juga nggak papa,” jawabnya.
“Statusnya pinjam atau apa itu?” pancing Espos.
“Kalau pinjam, Ani nggak bisa balikin,” tukasnya.

Singkat kata, kedoknya pun terungkap kala itu. Dengan terus terang, ia pun menawarkan diri. “Ya udah, ML [making love] nggak papa,” terangnya.
Di dunia prostitusi internet, percakapan seperti ini sangat mudah ditemukan di sejumlah aplikasi chatting. Semua negosiasi selesai cukup di dunia maya. Mulai tarif, pelayanan, hingga lokasinya.

Celakanya, dalam sejumlah kasus, para pelanggan berkantong tebal juga meminta layanan tambahan kepada target agar bersedia direkam aksi tak senonohnya itu. Dari sinilah, video-video porno amatir kerap tersebar di tengah-tengah masyarakat dari ponsel ke ponsel. “Bahkan, akhir-akhir ini peredaran video porno amatir kian meningkat akibat pesatnya informasi dan teknologi. Padahal, dalam UU ITE [Informasi dan Transaksi Elektronik] ancamannya sangat berat,” pakar informatika dan teknologi dari UNS Solo, Sutanto akhir pekan lalu.

Tak hanya UU ITE, katanya, pelaku dan penyebar video porno pun juga bisa dijerat dengan UU No 44/ 2008 tentang Pornografi serta KUHP sebagai tindakan asusila. Ancaman hukumannya tak tanggung-tanggung, yakni kurungan penjara enam tahun. “Ironisnya, perilaku masyarakat kita saat berselencar di dunia maya masih jauh dari etika. Bandingkan dengan negara-negara maju. Mereka tetap respect dengan orang lain meski di dunia maya,” paparnya.

Terkait video amatir ini, Tim Espos mencoba menggali informasi dari salah satu korban perekaman video amatir. Melalui aplikasi chattingan MIRC, salah satu target pun terpancing. Kepada Tim Espos yang menyamar sebagai calon pengguna, dia akhirnya bersedia pasang tarif Rp500.000 untuk layanan tambahan berupa rekaman video amatir. Namun, biaya tersebut belum termasuk sewa hotel dan transportasi.

“Om-Om malah biasa beri aku Rp700.000. Asal, yang direkam wajah ke bawah dan sekadar untuk koleksi pribadi,” jelas remaja yang mengaku masih sekolah di salah satu SMA di Kota Solo itu.

Untuk menaikkan harga tawar dan meyakinkan calon pengguna, dia pun memberikan alamat facebook yang berisi koleksi foto-fotonya bersama teman sekolahnya. “Foto saya yang nomor dua dari kiri,” jelasnya seraya mengirimkan kontak teleponnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya