SOLOPOS.COM - Petani hidroponik asal Kota Solo, William Perdana Santoso merapikan instalasi hidroponik miliknya di Vale Farm Hidorponik, Gondangrejo, Karanganyar, pada Selasa (31/1/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Himpunan Petani Muda Milenial (HPMAI) Solo mengimbau masyarakat untuk melirik sektor urban farming karena terbatasnya lahan pertanian di Kota Solo. Selain untuk menjaga lingkungan, prospek bisnis melalui sistem pertanian urban farming bisa dibilang menjanjikan.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua HPMAI Solo, William Perdana Santoso, saat ditemui Solopos.com, di kebun hidroponik miliknya pada Selasa (31//1/2023). Pertanian di lahan perkotaan atau urban farming melalui sistem pertanian hidroponik merupakan salah satu solusinya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Tidak memerlukan lahan yang luas serta tanpa mempertimbangkan tingkat kesuburan atau jenis tanah menjadi salah satu keuntungan sistem pertanian hidroponik. William menguraikan bahwa di Kota Bengawan ini memang tidak memungkinkan untuk bertani secara konvensional, karena memang tingkat produktivitas pertanian di Solo tidak berkembang. Sedikitnya areal persawahan memicu hal tersebut.

Untuk menyiasati hal ini, ia sendiri mulai mengembangkan pertanian hidroponik dengan sistem rakit apung di lahan depan rumahnya di Kecamatan Jebres, Solo, yang awalnya hanya menggunakan styrofoam berukuran 1,2 x 2 meter. Ia berhasil memanen sembilan kilogram kangkung dari uji coba pertamanya ini.

Melirik potensi ini, William kemudian mengembangkan pertanian dengan sistem hidroponik dengan cara membeli lagi media styrofoam di lahan seluas 35 meter persegi dengan 400 lubang untuk media tanam. Ia kemudian memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya sebagai baker di sebuah toko roti, dan mulai fokus menekuni pertanian hidroponik sebagai mata pencahariannya pada 2019.

Selama setahun ia mendapatkan relasi dan pengetahuan lebih lanjut dengan bergabung di Komunitas Hidroponik Soloraya. Sebelumnya ia hanya mengandalkan Youtube sebagai mentornya dalam merintis kebun hidroponik Vale Farm Hidroponik miliknya.

Melalui komunitas itu, ia mempertimbangkan target pasar yang lebih luas, hal ini disebabkan karena petani hidroponik yang lebih dulu merintis sebelumnya menguraikan bahwa mereka kewalahan memenuhi pesanan dari pelanggan.

Kemudian pada 2020, ia berhasil membangun instalasi hidroponik di lahan terbengkalai milik saudaranya di Gondangrejo, Karanganyar, secara lebih matang dengan menggunakan bahan PVC dan baja, dengan total 4.000 lubang tanam. Dengan modalnya sendiri dan modal dari investor, ia berhasil membangun kebun dan greenhouse dengan modal Rp50 juta.

Ia berhasil menggaet investor tersebut berkat konten edukasi pertanian yang rutin ia unggah di Instagram, Youtube, dan TikTok. “Kalau dibandingkan dengan karyawan yang kehidupannya stuck di situ, enggak ada kehidupan di sana, pulang kerja masih mikir kerjaan dan mimpi masih tentang kerja. Lebih nyaman seperti ini, bertani, pagi bisa di kebun, siang istirahat, sore hingga malam bisa mencari pendapatan lain, waktunya lebih fleksibel,” ujar William.

Pria berusia 25 tahun ini biasanya dalam sebulan mampu memanen 400 kilogram sayurannya yang meliputi pakcoy, selada, dan kangkung. Dengan harga packoy 15.000/kg dan selada Rp20.000/kg, dan untuk seikat kangkung dibanderol dengan harga Rp5.000/ikat. Biasanya ia rutin memasok pengusaha kuliner, misalnya usaha kebab, burger, salad, dan lain-lain.

Ia sendiri seringkali mengalami gagal panen karena sistem hidroponik miliknya yang mengharuskan aliran air tak boleh mati. Sempat satu kebun gagal panen karena listrik padam selama empat jam.

Ia menilai pertanian dengan sistem hidroponik lebih menguntungkan karena bisa dilakukan di lahan yang sempit, dan relatif bisa dikerjakan sendiri bahkan untuk skala produksi.

William saat ini memakai sistem hidroponik nutrient film technique (NFT) karena pertumbuhan lebih cepat, karena supply oksigen dan nutrisi dari pupuk di air terus mengalir. Daripada sistem hidroponik lainnya, hanya pengairan tersebut tidak boleh berhenti.

Berbeda dengan sistem hidroponik deep flow technique (DFT) dengan air mengenang dan menggunakan pipa, namun dengan sistem ini lebih riskan terhadap jamur.

Untuk sistem NFT sendiri aliran air harus sebanyak dengan lubang tanam. Untuk kebun miliknya yang mempunyai 4.000 lubang, seharusnya membutuhkan 4.000 liter air. Namun ia memilih untuk mengisi bak air miliknya dengan 6.000 liter air yang berasal dari sumur dalam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya