SOLOPOS.COM - ilustrasi (Agoes Rudianto/JIBI/dok)

ilustrasi (Agoes Rudianto/JIBI/dok)

SUKOHARJO–Harga tanah di Desa Gonilan, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo meningkat drastis setelah adanya pembangunan Gedung Kampus IV Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di wilayah tersebut. Tanah-tanah itu kini sedang dikembangkan menjadi perumahan, kos dan tempat usaha.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kades Gonilan, Wahyu Sih Setiawan, 42, ketika ditemui Espos di kantornya, Jumat (17/5/2013), mengatakan baru-baru ini harga tanah di Dukuh Gonilan, Morodipan dan Tuwak meningkat cukup drastis. Sebabnya, kata dia, lokasi ketiga dukuh itu berdekatan dengan kampus baru UMS yang belum lama diresmikan oleh Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsudin.

“Dulu harga tanah di sana Rp600.000 per meter persegi. Sekarang mencapai Rp1,5 juta per meter persegi. Tren kenaikan harga tanah akan terus terjadi pada masa-masa mendatang,” papar dia.
Menurutnya, pembeli tanah kebanyakan berasal dari luar daerah.  Tanah itu, lanjut dia, selain untuk hunian juga digunakan untuk membangun tempat usaha karena banyaknya mahasiswa yang beraktivitas di daerah tersebut.

Wilayah Kuning

“Tanah di wilayah ini sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo sebagai wilayah kuning sehingga kami hanya bisa mempersilakan pengembang yang akan membangun perumahan atau tempat kos di sini. Otomatis, wilayah pertanian semakin menyempit. Dalam dua bulan ke depan, kemungkinan yang tersisa hanya tanas kas dan lungguh desa saja. Selebihnya sudah dijual,” ujarnya.

Sementara itu, Camat Kartasura, Bachtiar Zunan, dijumpai Espos di ruang kerjanya, Jumat, mengatakan penetapan wilayah kuning bagi seluruh wilayah Kartasura diatur dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Sukoharjo. Menurutnya, kartasura memang diproyeksikan menjadi kawasan kota masa depan yang dimiliki Kabupaten Sukoharjo.

“Dari sepuluh desa dan dua kelurahan, hanya Pucangan, Ngemplak dan Kertonatan yang masih memiliki wilayah hijau. Itu juga tidak terlalu luas. Di desa lain, tinggal tanah kas dan lungguh yang masih berupa lahan persawahan. Perubahan status tanah dilakukan untuk menjawab tantangan kemajuan zaman dan menyelaraskan kebutuhan kota dengan masyarakat,” urainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya