SOLOPOS.COM - ilustrasi (dok)

Program sejuta rumah menghadapi sejumlah kendala, termasuk tingginya bunga pinjaman uang muka BPJS Ketenagakerjaan.

Solopos.com, JAKARTA — Bunga pinjaman uang muka perumahan untuk pekerja sebesar 6% yang telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai terlalu membebani pekerja. Komisi IX DPR meminta kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk mengkaji ulang besaran bunga tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Wakil Ketua Komisi IX DPR Pius Lustrilanang mengatakan seharusnya BPJS Ketenagakerjaan melakukan lelang untuk menentukan bank yang akan mengelola dana pinjaman tersebut. Bank yang memberikan bunga kecil diberikan mandat untuk menyalurkan pinjaman.

Ekspedisi Mudik 2024

“Harusnya seperti itu, karena 6% itu terlalu besar. Sekarang harusnya ini dibicarakan ulang oleh BPJS Ketenagakerjaan,” katanya kepada Bisnis/JIBI di sela-sela rapat kerja dengan jajaran Kementerian Ketenagakerjaan, Jumat (12/6/2015).

Seperti diketahui, dalam pemberian manfaat tambahan kepada peserta, BPJS Ketenagakerjaan menyediakan pinjaman untuk uang muka perumahan pekerja. Maksimal dana yang bisa dipinjam oleh peserta senilai Rp50 juta.

Namun untuk penyalurannya BPJS Ketenagakerjaan menggunakan jasa bank. Bunga yang ditetapkan diklaim sebagai hak perbankan selaku pengelola pinjaman. Pasalnya berdasarkan UU No. 24/2011 tentang BPJS, badan tersebut tidak diperkenankan untuk menyalurkan pinjaman.

Menurut Pius, BPJS Ketenagakerjaan harus melakukan lobi ke pihak perbankan sehingga bunga yang ditetapkan lebih rendah. Sebab dana yang dipinjam itu berasal dari iuran pekerja yang dibayar setiap bulan. “Kalau dilihat dari rata-rata bunga bank, 6% itu memang kecil. Tapi ini kan berasal dari iuran pekerja, dan ini hanya pinjaman untuk uang muka, bukan pinjaman kredit rumah. Jadi seharusnya bisa lebih ditekan,” tegasnya.

Dengan demikian, katanya, beban pekerja akan semakin berat. Sebab selain harus membayar iuran jaminan sosial setiap bulan, pekerja juga harus menanggung dua angsuran lain, yakni angsuran untuk pembayaran pinjaman uang muka, dan angsuran kredit rumah itu sendiri.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional dari kalangan pekerja Subiyanto berpendapat program manfaat tambahan berupa pinjaman uang muka perumahan ini hanyalah program setengah hati yang dikeluarkan BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, dengan menetapkan bunga sebesar 6%, maka pekerja tetap akan terbebani.

Seharusnya, kata dia, BPJS Ketenagakerjaan bisa memberikan manfaat berupa pinjaman uang untuk pembelian rumah, bukan hanya untuk uang muka. “Kalau mengacu pada UU BPJS dan UU No. 40/2004 tentang SJSN [sistem jaminan sosial nasional], pemberian manfaat harus menyejahterakan pekerja, bukan membebani. Kalau memberi pinjaman jangan terlalu membebani peserta,” ujarnya.

Dia menambahkan, bunga yang ideal untuk fasilitas pinjaman uang muka tersebut sebesar 2%. Angka tersebut diyakini masih mampu dijangkau oleh pekerja. Jika bunga terlalu tinggi, katanya, maka akan menimbulkan risiko ketidakmampuan membayar di tengah jalan.

Subiyanti menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan adalah badan publik yang bersifat nirlaba, berbeda dengan Jamsostek yang merupakan perusahaan BUMN dengan target mendapat keuntungan. “Kalau memang mau memberi pinjaman, jangan mengedepankan keuntungan pihak lain.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya