SOLOPOS.COM - Suasana peresmian Patung Pakubuwono VI di Simpang PB VI Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali, Kamis (4/11/2021). (Solopos.com/Cahyadi Kurniawan)

Solopos.com, BOYOLALI – Patung Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) VI setinggi 3,5 meter berdiri di simpang tiga dekat markas Polsek Selo, Boyolali. Patung itu menjadi ikon baru kawasan Selo sekaligus pengingat perjuangan pahlawan nasional asal tanah Jawa ini.

Inilah profil dari PB VI yang ditetapkan pahlawan nasional pada 1964 berkat perjuangannya membantu Pangeran Diponegoro melawan Belanda. PB VI lahir dengan nama Raden Mas Sapardan. Ia merupakan anak lelaki ke-11 PB V dari permaisuri Raden Ayu Sosrokusumo. Raden Mas Sapardan lahir pada 26 April 1807. Ibunya merupakan keturunan Ki Juru Martani, patih pertama dalam sejarah Kesultanan Mataram Islam.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Pada 5 September 1823, PB V meninggal dunia setelah tiga tahun bertahta. Setelah masa berkabung selama 10 hari, Keraton Solo punya raja baru. Raden Mas Sapardan naik tahta dengan gelar PB VI. Saat itu, usianya baru menginjak 16 tahun.

Baca Juga: Simpang PB VI Selo Boyolali Habiskan Anggaran Rp7,4 Miliar

Sebagai raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, PB VI terikat kontrak politik dengan Belanda, sama halnya dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara pada masa itu. Di satu sisi, ia berusaha mematuhi kontrak politik itu dengan Belanda. Tapi di sisi lain, nuraninya bergejolak. Hati kecilnya mengatakan ia harus membantu kerabat dekatnya, Pangeran Diponegoro, yang terlibat konflik dengan Belanda dalam Perang Jawa yang dimulai 1825.

PB VI akhirnya mengambil keputusan dengan risiko besar yang harus dia tanggung. Sebagai raja, ia berdiri di dua sisi. Di satu sisi, ia berusaha meyakinkan Belanda dengan menjaga Keraton Solo tetap menaati kontrak politik yang sudah dibuat. Namun, di sisi lain, diam-diam dia memberi dukungan kepada Pangeran Diponegoro untuk melawan Belanda.

Daniel Agus Maryanto dalam bukunya berjudul Pahlawan dari Gua Selarong menyebut PB VI dan Pangeran Diponegoro terlibat dalam beberapa kali pertemuan. Namun, pertemuan dua tokoh penting di Bumi Mataram itu benar-benar dirahasiakan. Lewat pertemuan itu, PB VI menyatakan kesanggupannya untuk membantu Diponegoro yang tidak lain adalah pamannya sendiri.

Baca Juga: Simpang PB VI Selo, Ikon Baru Jalur Wisata Solo-Selo-Borobudur

PB VI punya kebiasaan bertapa. Tidak heran dia mendapat julukan Sinuhun Bangun Tapa. Salah satu lokasi favorit dalam bertapa adalah hutan belantara di lereng Gunung Merbabu. Barangkali, hal itu menjadi dasar Pemkab Boyolali membangun patung PB VI di Selo dengan dana Rp7,4 miliar di Selo, tepatnya di kawasan yang membelah lereng Gunung Merbabu dan Gunung Merapi.

Pangeran Diponegoro sendiri dikabarkan pernah menyusup ke Keraton Solo untuk menemui PB VI. Pertemuan itu ternyata diketahui oleh Belanda. Hingga akhirnya, Belanda mengirimkan pasukan untuk menggeledah Keraton Solo. Saat itulah, terjadi perkelahian pura-pura atau sandiwara antara PB VI dan Pangeran Diponegoro. Dalam perkelahian pura-pura itu, Pangeran Diponegoro bisa melarikan diri dari Keraton Solo.

Baca Juga: Patung Pakubuwono VI Setinggi 3,5 Meter di Selo Boyolali Diresmikan

Taktik gerilya yang dilakukan Pangeran Diponegoro saat melawan Belanda memudahkan PB VI mengirimkan bantuan pasukan secara diam-diam. Perang Jawa akhirnya berakhir pada 1830 setelah Diponegoro ditangkap Belanda dengan cara yang licik. Setelah menyingkirkan Pangeran Diponegoro, Belanda membidik PB VI sebagai sasaran penangkapan berikutnya.

Dilansir dari Okezone.com, PB VI ditangkap Belanda ketika sedang bertapa di pantai selatan dengan tuduhan membantu pemberontakan Pangeran Diponegoro. Di hadapan Belanda, PB VI tetap tidak mau mengakui tudingan telah membantu perjuangan Diponegoro. Kendati begitu, Belanda akhirnya membuang PB VI ke Ambon.

Ndalem Kemasan yang berlokasi di Kepatihan Kulon, tepatnya di sebelah utara pertigaan Jl. Sutan Syahrir Solo merupakan tempat tinggal Gusti Kangjeng Ratu Mas, permaisuri PB VI. Disebut Ndalem Kemasan karena rumah itu jadi tempat tinggal GKR Mas. Di belakang Ndalem Kemasan itu terdapat kampung Mbangun Tapan. Awalnya, di kampung itu terdapat kolam atau blumbang yang bisa dijadikan lokasi pertapaan PB VI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya