SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Fashion Show JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman

Foto Ilustrasi Fashion Show
JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman

JAKARTA—Pesatnya perkembangan fesyen di Indonesia menjadikan banyak kalangan wanita muda untuk terjun di dunia desainer. Bahkan, tak sedikit yang percaya diri bersaing dengan produk-produk luar negeri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Vonny Kirana, pemilk merk Ladyvoo mengatakan persaingan produk fesyen rancangan dalam dan luar negeri sebenarnya bisa terlihat dari karakter produk yang dihasilkan. Meskipun pasarnya minoritas, produk-produk lokal justru memiliki pangsa pasar tetap.

Saat ini saja, produk Ladyvoo sudah bertengger di beberapa mal di Jakarta seperti Grand Indonesia, Alun-alun, Central Park, Alam Sutera, Kelapa Gading, Ecpicentrum, Kemang Vilage dan berencana untuk ekspor ke luar negeri.

Ekspedisi Mudik 2024

“Ada beberapa mal yang memfasilitasi karya desainer lokal, tapi jumlahnya sedikit dibanding dengan merek-merek luar. Padahal brand lokal banyak sekali,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.

Ladyvoo sendiri sebulan sekali memasok produk terbaru ke berbagai mal yang sudah menampung produknya. Strategi Ladyvoo biasa bermain di model dibandingkan kuantitas. Hal itu untuk menjaga nama brand agar lebih berkarakter limited edition.

Dia menuturkan, produk yang dijual Ladyvoo memang cukup dijangkau. Harga baju berbahan tenun biasa dibanderol sekitar Rp200.000-Rp450.000 sementara aksesosir seperti tas, kalung atau sepatu berkisar antara Rp150.000-Rp800,000.

Desainer muda berusia 26 tahun itu memiliki ciri khas dalam membuat produk. Dengan menggunakan bahan tenun baik bermain di bahan jadi atau mixing hingga bermain di cutting, sehingga lanjutnya para pelanggan sudah mengenal produk Ladyvoo.

Saat terjun di dunia fesyen pada 2010, Vonny menilai karir yang dijalaninya ini cukup menantang, terlebih prospek ke depan dunia fesyen akan berkembang lebih pesat. Hal itu terlihat dari banyaknya lulusan modeling dan sekolah-sekolah desain yang ada. Bahkan, dengan profesi yang dijalaninya, Vonny mengatakan omzet per bulannya sudah mencapai puluhan juta.

Natasha Mayinda, creative director Namayinda, sebuah brand yang fokus mengembangkan batik Indonesia, memiliki cara khusus mengenalkan produk-produknya.

Dia sadar, persaingan produk fesyen ke depan akan semakin luas baik dari para pemain lokal maupun luar negeri. Gempuran merek-merek asing pun saat ini sudah mulai terjadi.

Menurut Natasaha, dengan kelebihan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, justru bisa dijadikan referensi kreatif. Dia mengatakan heritage Indonesia dengan resources yang banyak bisa diterjemahkan ke fesyen seperti halnya batik.

“Kami pastinya harus memastikan bahwa produk yang dihasilkan setara dengan produk asing, persiapan juga dilakukan dengan harga yang bersaing dan tentunya kualitas,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya