SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, SOLO</strong> — Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) memprediksi potensi gejolak <a title="Harga Telur dan Bawang Putih Solo Merangkak Naik Jelang Ramadan" href="http://news.solopos.com/read/20180507/496/914918/harga-telur-dan-bawang-putih-solo-merangkak-naik-jelang-ramadan">harga telur </a>&nbsp;akan terjadi tidak hanya menjelang Lebaran namun hingga enam atau tujuh bulan ke depan.</p><p>Harga telur di pasaran pada Rabu (23/5/2018) memang menunjukkan tren penurunan dari Rp23.500-Rp24.000/kg menjadi Rp21.000-Rp22.000/kg. Pinsar bahkan memprediksi Kamis (24/5/2018) ini masih berpotensi turun lagi.</p><p>Namun, potensi gejolak harga bakal tak terhindarkan saat peternak mulai memangkas populasi ternak dan membuang ternak ayam yang mengalami penurunan produktivitas. Seperti diketahui, belakangan ini peternak ayam petelur dihadapkan pada masalah penurunan produktivitas akibat penyakit H9N2 yang tengah mewabah serta pelarangan penggunaan <em>antibiotic growth promotor</em> (AGP).</p><p>Pelarangan penggunaan AGP ini cukup signifikan mengurangi produktivitas ayam petelur. Penurunan produktivitas inilah yang kemudian sempat memicu kenaikan <a title="Permintaan Belum Signifikan, Harga Telur di Solo Sudah Merayap Naik" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180410/489/909280/permintaan-belum-signifikan-harga-telur-di-solo-sudah-merayap-naik">harga telur </a>&nbsp;beberapa waktu lalu menjadi Rp24.000/kg.</p><p>Penasihat Pinsar Pusat, Robby Susanto, menjelaskan saat ini peternak tengah dihadapkan pada dua persoalan menyangkut produktivitas dan keduanya belum ada solusi. Dampak penyakit H9N2 ini menurunkan penurunan produktivitas telur dari yang semula bisa 90% menjadi 40% bahkan ada yang turun menjadi 20%.</p><p>Penurunan produksi telur ini sangat berdampak pada pasokan telur nasional. Sedangkan di pasaran Soloraya, pasokan masih relatif aman karena suplai telur di wilayah Soloraya ditopang oleh peternak tidak hanya dari Soloraya tapi juga Jatim.</p><p>Sekretaris Pinsar Soloraya, Heru Santoso, menjelaskan suplai telur dari peternak di Soloraya yang didominasi peternak kelas menengah dan besar juga mengalami penurunan. Dari populasi ayam 5 juta ekor, produktivitasnya kini rata-rata tinggal 50% atau bisa memproduksi 2,5 juta butir telur per hari.</p><p>Jika satu butir telur asumsinya memiliki berat 60 gram, rata-rata pasokan telur dari peternak di Soloraya berkisar 1.500 ton per hari. Jumlah pasokan ini turun dari pasokan normal yang idealnya dengan 5 juta ekor ayam produktivitasnya bisa 70%-75%.</p><p>"Per 1.000 ekor semestinya bisa 52 kilogram sampai 50 kilogram telur kini hanya 40 kilogram bahkan di bawah itu."</p><p>Produksi telur Soloraya ini banyak memasok <a title="Harga Telur di Madiun Naik Jelang Puasa, Ini Sebabnya" href="http://madiun.solopos.com/read/20180507/516/914870/harga-telur-di-madiun-naik-jelang-puasa-ini-sebabnya">telur </a>&nbsp;ke berbagai daerah termasuk luar Jawa. Kendati ada penurunan produksi, kebutuhan telur Soloraya masih bisa dipenuhi sehingga stok di tingkat pedagang pun mampu memenuhi seberapa pun permintaan pasar.</p><p>"Memang perdagangan telur di Solo ini aneh, banyak produksi dari peternak besar. Namun mereka pasok keluar dan Solo juga masih mendatangkan dari daerah lain. Jadi kalau bicara telur jangan hanya skala Solo, justru pasar nasional ini yang harus diperhatikan karena dominan dipasok dari peternak kecil," kata Robby.</p><p>Persoalannya saat ini banyak ayam petelur yang tidak produktif akibat wabah H9N2 tersebut yang akhirnya diseleksi oleh peternak dan dibuang. Padahal akibatnya suplai telur akan jadi berkurang.</p><p>"Tren ini mulai terjadi di kalangan peternak. Kami perkirakan puncak penurunan suplai justru terjadi tepat saat menjelang lebaran."</p><p>Untuk mengembalikan posisi suplai semula perlu waktu 6-7 bulan. Jadi pada rentang waktu itulah potensi gejolak harga diperkirakan terjadi. "Kalau yang tidak produktif ini tidak dibuang atau dikurangi peternak bakalan rugi."</p><p>Heru berharap pemerintah tidak hanya mengatur harga telur tapi juga harga pakan ayam yang 70 persen mendominasi biaya produksi karena didominasi bahan impor. "Jadi kalau pemerintah bikin HET telur semestinya juga diatur harga pakannya seperti di negara maju, regulasi itu menyeluruh," ujar Heru.</p><p><br /><br /></p>

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya