SOLOPOS.COM - MOBIL LISTRIK -- Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Sudjarwadi mencoba mengemudikan mobil eSemar (Hybrid) 2012 saat meluncurkan mobil listrik karya mahasiswa jurusan Teknik Mesin dan Teknik Industri UGM yang tergabung dalam Tim Semar UGM tersebut di halaman Gedung Pusat UGM, Sleman, beberapa waktu lalu. Mobil listrik yang dikembangkan pada pertengahan 2011 ini menggunakan sistem hybrid dengan tiga sumber energi yaitu dari baterai, solar cell dan LPG Engine. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Harianjogja.com-Mimpi Indonesia untuk memproduksi kendaraan listrik massal bukan hal mudah. Selain penguasaan teknologi, masalah sumberdaya manusia, infrastruktur hingga regulasi menghambat proyek tersebut. Meski menghadapi jalan terjal, optimisme masih tersirat dari pihak-pihak yang memimpikan produksi massal mobil listrik di Indonesia.

Deretan enam kendaraan listrik karya anak bangsa berjejer di halaman Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja, Jumat (22/11/2013). Model kendaraan listrik tersebut cukup menarik. Salah satunya bernama Selo. Mobil sport yang dibalut warna kuning diseluruh bodinya itu, tak kalah apik dengan Ferrari. Ada pula, model kendaraan laiknya Toyota Alpard yang dilabeli Gendhis. Disusul mobil listrik Evina yang menyerupai Suzuki Karimun, dua mobil golf dan bus listrik.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kami akan terus mengembangkan riset untuk mobil listrik ini,” kata Menristek Gusti Muhhamad Hatta usai menjajal mobil listrik sport Selo bersama Rektor UGM Prof. Pratikno, di halaman UGM Jogja pagi itu.

Menurutnya, mimpi Indonesia untuk memproduksi kendaraan listrik bermula saat Presiden SBY meminta Kemenristek menghasilkan kendaraan yang ramah lingkungan. Selain ramah, kendaraan tersebut juga bisa mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dan menurunkan gas rumah kaca setidak 25% pada 2020.

“Penelitian kendaraan listrik cenderung mahal, kalau diproduksi massal, harganya bisa turun 30-40%. Kalau ada insentif lagi dari pemerintah, bisa tambah murah lagi,” ujarnya.

Bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sambung alumnus UGM itu, Kemenristek cukup berpengalaman untuk membuat mobil listrik. Proyek tersebut dimulai pada 2007 lalu oleh LIPI melalui.

Pengembangan terus dilanjutkan hingga lahir model mobil hybrid yakni, perpaduan antara mobil BBM dan listrik pada 2009. Pada 2010, lahir Selo mobil sport listrik dan berlanjut jenis bus listrik (2011), disusul oleh executive mobile untuk ruang pertemuan (2012).

Dari skala riset mobil listrik saat ini, Indonesia masih berada di posisi 4-6. Posisi di mana karyanya masih dalam tahap pengembangan oleh badan-badan penelitian.

Adapun skala 1-3 merupakan skala dasar (penelitian) dan skala 7-9 merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian untuk diproduksi massal. “Kami akan terus menaikkan tingkatan setidaknya pada skala 8,” ujar Gusti penuh optimistis.

Namun, menurutnya bukan perkara mudah untuk mewujudkan itu. Pasalnya, ada lima teknologi kunci untuk memproduksi kendaraan listrik itu secara massal. Mulai teknologi proporsi dan transmisi, platform, elektronik, pengisian hingga baterai. Dari lima teknologi itu, lanjutnya, empat teknologi kunci sudah dikuasai.

“Yang belum dikuasai adalah baterai. Makanya dana riset ke depan akan kami perbanyak ke penelitian baterai,” ujarnya.

Di seluruh dunia, sambung dia, hanya sedikit negara yang menguasai teknologi baterai sehingga pihaknya akan bersama-sama dan bergotong royong untuk menghasilkan teknologi baterai yang mumpuni.

Pasalnya, bahan-bahan dasar melimpah dan mudah didapat di Indonesia dan melimpah. “Jangan pesimistis, Indonesia bisa mengejar,” kata Gusti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya