SOLOPOS.COM - Salah seorang karyawan di perusahaan perajin mete di Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, sedang mengaduk mete yang akan digorengnya hingga matang, Minggu (10/4/2022). (Solopos/Luthfi Shobri Marzuqi)

Solopos.com, WONOGIRIMeskipun luas area tanam dan produksi mete di Wonogiri terus meningkat tiap tahun, hal itu belum bisa mencukupi kebutuhan permintaan pasar. Alhasil, para pengusaha mete banyak yang mendatangkan mete dari luar Jawa seperti Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sub Koordinator Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Wonogiri, Parno, mengatakan pemerintah terus berupaya agar luas area tanam pohon mete terus meningkat. Produksi mete diharapkan turut meningkat setiap tahun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada 2021, Dispertan membagikan 4.350 batang pohon mete kepada petani di Ngadirojo. Di tahun 2022, pemerintah menambah luas area tanam seluas 100 hektare (ha) yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Luas tanam 100 ha itu terbagi di tiga kecamatan, yaitu Ngadirojo seluas 60 ha, Jatiroto seluas 30 ha, dan 10 ha sisanya ada di Jatisrono. Itu sebagai salah satu upaya meningkatkan produktivitas jambu mete di Wonogiri,” kata Parno saat ditemui Solopos.com di kantornya di Dispertan Wonogiri, Selasa (23/8/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menjelaskan, tanaman jambu mete banyak ditanam di halaman atau kebun rumah warga. Itu pun jumlahnya tidak banyak.

Baca Juga: Kenapa Kabupaten Wonogiri Dikenal Penghasil Mete? Ini Jawabannya

Di Wonogiri jarang ditemukan petani jambu mete skala besar. Hal itu lantaran pohon mate merupakan tanaman musiman.

Masa panen jambu mete hanya sekali dalam setahun. Sehingga para petani enggan menanam banyak di kebunnya. Dapat dikatakan, jambu mete hanya sebagai tanaman sampingan.

Oleh karena itu, banyak dari petani jambu mete juga menjadi petani tanaman lain. Jambu mete hanya ditanam di tepi-tepi lahan yang ditanami tanaman lain seperti empon-empon atau tanaman hortikultura.

“Walaupun sebenarnya jika petani mau menanam mete dalam jumlah banyak akan mendapatkan keuntungan yang besar. Tetapi mereka enggan melakukan itu. Di satu sisi, masa panen hanya sekali setahun. Di sisi lain, mereka tidak mau jika sehari-sehari tidak punya kerjaan. Hal itu karena tanaman jambu mete tidak memerlukan perawatan rumit seperti tanaman lain,” ujar dia.

Baca Juga: Kelompok Tani Wanita di Wonogiri Ciptakan Kemandirian Pangan, Begini Bentuknya

Parno, menambahkan, pada tahun ini, masa panen jambu mete di Wonogiri mundur tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal itu karena faktor cuaca yang tidak menentu.

Jambu mete biasa panen pada musim kemarau. Sementara, kemarau tahun ini masih sering terjadi hujan. Hal itu mengakibatkan tanaman jambu mete gagal berbuah lantaran bunganya sudah jatuh imbas dari hujan.

“Biasanya, masa panen jambu mete itu antara Juli-September. Tetapi, tahun ini mundur karena masih sering hujan walaupun kemarau. Kalau panen, satu batang pohon bisa menghasilkan 50 kg-100 kg gelondong mete [mete basah belum dikupas kulitnya],” ucap Parno.

Kepala Dispertan Wonogiri, Baroto Eko Pujanto, mengakui produksi mete di Wonogiri terbilang masih rendah dibandingkan dengan permintaan pasar yang terus meningkat. Luas area tanam yang sempit menjadi faktor utama produksi jambu mete masih rendah.

Baca Juga: Tingkatkan Jumlah Petani Milenial, Ini yang Dilakukan Pemkab Wonogiri

Ditambah, perawatan terhadap jambu mete belum maksimal. Banyak petani yang hanya membiarkan pohon jambu mete tumbuh begitu saja tanpa memberi pupuk. 

Peremajaan terhadap pohon jambu mete pun acapkali diabaikan. Petani perlu memangkas cabang-cabang yang sekiranya dapat menghalangi pohon mendapatkan sinar matahari. 

Penanganan panen dan pascapanen pun belum diatur dengan baik. Petani-petani kerap memanen biji jambu sebelum waktunya. Mereka biasa memetik biji jambu saat jambu itu belum jatuh.

“Biji jambu mete itu bisa dipanen setelah jambunya jatuh. Kalau belum belum jatuh, biji jambu belum masak maksimal atau belum tua. Kadar airnya masih tinggi,” ucap Baroto.

Baca Juga: Panen Pertama Kara Pedang di Wonogiri Sangat Menguntungkan

Di sisi lain, petani menghadapi sejumlah tantangan seperti adanya perubahan atau penyimpangan iklim. Meski tanaman jambu mete bisa ditanam di daerah yang tidak banyak air, tanaman ini tetap terpengaruh dengan perubahan iklim, terutama masa panen jambu mete.

“Maraknya mete gelondong dari luar Jawa yang masuk ke Wonogiri seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi juga menjadi tantangan lain dari para petani. Banyak para penjual dan perajin mete yang membeli mete gelondong yang berasal luar Wonogiri,” imbuh dia.

Salah satu perajin mete asal Jatisrono, Sugut, membenarkan hal tersebut. Sugut yang sudah menjadi perajin mete sejak 2007, biasa membeli gelondong mete yang didatangkan dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Hal itu lantaran produksi mete di Wonogiri tidak mencukupi permintaan pasar.



“Tidak bisa kalau mengandalkan mete lokal. Produksi mete Wonogiri enggak bisa mencukupi pasar,” kata Sugut. 

Baca Juga: Wow! Baru 2 Tahun, Usaha Kacang Mete Kun Wonogiri Siap Tembus Pasar Australia Dan Turki

Sementara itu, penjual mete Wonogiri di Ngadirojo, Samiyati, mengungkapkan tahun ini masa panen mete mundur.

Banyak tanaman jambu mete yang masa panennya tertunda lantaran bunga jambu mete tidak bisa berkembang baik. Hal itu disebabkan masih terjadi hujan pada kemarau tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya