SOLOPOS.COM - Sejumlah tas etnik produksi Kaloka Thebag (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Let’s keep the heritage alive with Indonesian product. Kampanye itulah yang pengin dibangun duo pengusaha tas etnik asal Jl Semen Romo No 73, Ngruki, Cemani, Sukoharjo, yakni Anisa Nur Astuti bersama adiknya, Fita Kusumastuti. Mereka membangun usaha tas trendi atas dasar nilai-nilai yang terkandung dalam kain bermotif tradisional khas suku bangsa di Nusantara.

Keanekaragaman kain Nusantara menjadi inspirasi bisnis online mereka yang dirintis sejak delapan bulan lalu. Bahan kulit dipadu dengan kain motif batik, kain songket dan tenun etnik menjadi produk menarik untuk dipasarkan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Motif-motif batik kuno yang sulit ditemukan justru dipotong-potong sebagai hiasan produk mereka. Mereka ingin menunjukkan bahwa kualitas produk dalam negeri dengan menonjolkan ciri khas budaya Nusantara itu tak kalah dengan produk-produk bermerek terkenal dengan harga melangit. Lewat produk tas itu, mereka ingin menjadikan kain bermotif tradisional menjadi gaya hidup perempuan modis masa kini.

“Batik sudah menjadi lifestyle di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung. Namun, untuk kota-kota lain, seperti Solo dan Jogja belum banyak yang menjadikan batik sebagai gaya hidup. Buktinya, konsumen produk kami justru berasal dari sejumlah kota besar di Indonesia. Bukan hanya itu, produk kami bisa tembus sampai luas negeri, seperti Swedia dan Malaysia,” ujar Fita Kusumastuti, yang pernah menggeluti batik di Batik Danar Hadi Solo, selama lima tahun.

Harga tas buatan mereka terhitung lebih miring bila dibandingkan dengan tas-tas bermerek terkenal. Mereka mematok harga Rp200.000-Rp1 juta per unit. Mahal tidaknya harga tas tergantung pada kualitas bahan dan model tas yang digunakan. Model yang mereka sediakan mengikuti tren mode terbaru yang berkembang.

“Modelnya kadang hampir sama dengan model tas yang lagi ngetren sekarang, cuma kami memberi sentuhan yang berbeda pada bagian tertentu, seperti pada pegangannya dan bahannya. Selain itu, kami juga melayani pembuatan tas sesuai permintaan konsumen,” tambah Anisa, saat ditemui solopos.com di kediamannya, Kamis (10/10/2013).

Meskipun strategi pemasaran Anisa dan Fita masih mengandalkan jejaring sosial Facebook dan marketing dari mulut ke mulut, mereka berusaha untuk menyetok barang. Berbeda dengan Novia Kusumawati yang juga mengandalkan pemasaran produk sepatunya lewat jaringan Internet. Novia memang lebih lama berkecimpung di dunia bisnis online bila dibandingkan dengan Anisa dan Fita. Namun, Novia tak pernah menyetok produk.

“Saya tidak memiliki stok barang. Model yang saya tawarkan mengikuti tren yang berkembang. Biasanya mengambil dari Internet kemudian saya unggah ke Facebook dan website. Konsumen seringnya ada perubahan pada model yang saya tawarkan, seperti pemilihan bahannya atau penambahan asesoris dan pemilihan warna.
Saya baru memproduksi sepatu bila ada pesanan. Itu pun konsumen harus bayar dulu. Mereka harus transfer uang dulu baru saya buatkan. Paling hanya menunggu maksimal satu pekan, barang sudah sampai ke konsumen,” terang Novia, saat ditemui solopos.com, Selasa (8/10) sore.

Produk sepatu buatan Novia didominasi sepatu boot, walaupun ada jenis lain seperti wedges dan flat shoes. Harganya pun bervariasi mulai Rp200.000/pasang hingga Rp400.000/pasang. Karena produksi barangnya tergantung permintaan konsumen maka Novia jarang menciptakan produk sendiri. Kendati demikian, permintaan konsumen kadang nyeleneh dan model unik.

Ia juga sering memadukan bahan kulit dengan kain, termasuk kain batik dengan motif flora. Selain itu, ada juga model sepatu boot seperti yang dipakai kelompok seniman pedalaman di lereng Merbabu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya