SOLOPOS.COM - General Manager Hotel GAIA Cosmo Jogja Ivan Andries menaiki vespa koleksinya yang selalu ia bawa kemanapun bertugas. (Foto istimewa)

Bekerja di perhotelan, membuat seorang general manager mengharuskan ia di hotel selama 24 jam.

Harianjogja.com, JOGJA– Bekerja di perhotelan, membuat seorang general manager harus siap menerima kontrak kerja yang dimandatkan padanya, termasuk mandat untuk tinggal di hotel selama tugas. Segala aktivitas harus dilakukan di hotel selama 24 jam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Matanya tiba-tiba memerah. Ucapannya pun terbata. Suasana pembicaraan yang awalnya penuh semangat, tiba-tiba mereda. Berusaha menutupi gejolak pada hatinya, pria paruh baya yang akrab disapa Ivan itu mengganti posisi duduknya.

Ivan Andries, sang General Manager GAIA Cosmo Hotel, berusaha tampil tegar sekalipun mimik wajah dan bicaranya sudah berbeda dari awal perbincangan dengan Harian Jogja, Kamis (7/9/2017) siang itu.

Rautnya tiba-tiba berubah saat pertanyaan titik jenuh selama tinggal di hotel terlontar kepadanya. Sontak, pria kecil nan gesit itu teringat istri dan kedua buah hatinya yang tinggal nun jauh di sana, di Kota Kembang.

Ivan memang berbeda dengan general manager lainnya yang memilih tinggal di rumah bersama keluarga. Ivan dimandatkan pemilik hotel untuk tinggal 24 jam di hotel selama hari kerja, Senin-Jumat.

Selama itu, ia harus bekerja dan beristirahat di tempat yang sama. Bahkan akhir pekan yang seharusnya libur, terpaksa tetap tinggal di hotel karena tamu-tamu berdatangan. Waktunya untuk keluarga hanya ia luangkan dua minggu sekali dengan kembali ke Bandung.

Segala fasilitas memang sudah disiapkan untuknya. Sebuah ruangan yang ada di lantai satu hotel bintang empat, sengaja disiapkan bagi general manager yang sedang menjabat. Kamar khusus lengkap dengan paviliunnya itu cukup luas.

Hampir serupa dengan tipe suite room, satu kelas lebih rendah dari tipe tertinggi di GAIA Cosmo. Jika di perumahan, setipe dengan rumah 36. Ada dua kamar tidur, ruang keluarga, dapur, peralatan masak, dan ada pula halaman yang asri untuk melepas penat.

Ia juga bebas mengakses fasilitas yang diberikan tamu. Para juru masak handal juga siap melayani jika sewaktu-waktu ia ingin menyantap makanan yang dirindukan, tak terkecuali masakan sang istri terong balado dan terik tempe. Ia juga bebas menikmati kesejukan air di kolam renang yang ada di sisi selatan hotel itu.

Pria nyentrik dengan kacamata bulatnya ini mengaku sangat mencintai pekerjaannya. Karir di perhotelan dimulainya sejak 1992, sejak ia masih bujang.

Titik jenuh selama tinggal di hotel, baginya bukan saat ada masalah dengan pekerjaan. Bukan karena digedor-gedor bawahannya saat Subuh karena genset hotel mati lebih dari semenit. Bukan pula karena okupansi hotel yang belum membuat owner tersenyum lepas.

Titik jenuh itu datang ketika merindukan keluarga. Rindu akan sapaan istri dan anak-anak yang hangat menyambut kepulangannya dari bekerja. Rindu akan tawa, canda, serta kisah kasih anak baru gede (ABG) yang tercurah dari bibir kedua putranya. Rindu pula saat ia sedang sakit seorang diri di kamar hotel. “Saya nggak bisa ngikuti perkembangan anak-anak,” tutur pria 45 tahun ini.

Sembari menghela nafas panjang, ia mengakui bahwa sejak Damar dan Azka lahir, Ivan memang sudah melalangbuana di dunia perhotelan. Sampai saat ini kedua putranya beranjak remaja pun, Ivan terlampau jarang bisa tinggal bersama mereka dan Mira istrinya.

Ia harus tinggal di hotel selama empat tahun saat bertugas sebagai general manager di Belitung dan dua tahun saat di Pekalongan. Lainnya, saat di Bandung dan Jakarta, ia diberikan fasilitas rumah dinas. Sementara di Jogja ini, ia sudah tepat 1,5 tahun.

Dibenaknya memang ada keinginan untuk memboyong keluarga kemanapun ia bertugas. “Tapi kasihan anak-anak. Biarlah di Bandung, fokus sekolahnya,” tutur Ivan berusaha tegar.

Kecanggihan teknologi yang ada saat ini ia manfaatkan untuk membantu melihat perkembangan anak-anak dari jauh. Di setiap sudut ruangan rumahnya di Bandung, ia pasang kamera CCTV yang langsung terkoneksi dengan ponselnya. Melalui cara itu, ia bisa memantau aktivitas anak-anak dan istrinya.

Saat mengalami titik jenuh, bukan pergi dari hotel yang ia pilih. Namun justru beraktivitas menyalurkan hobinya di dalam hotel. Selama berkeliling kota menjelajah properti satu ke properti lainnya, tujuh motor vespa mulai dari tahun 1960 sampai seri Premivera, serta mobil Mercy Tiger tahun 1985 menjadi pelampiasannya.

Kendaraan-kendaraan tua itu selalu diboyongnya sebagai penghilang kejenuhan. Berkeliling Jogja mengendarai Vespa, baginya sudahlah cukup menghilangkan kepenataannya.

“Cara mengatasi kejenuhan juga saya lakukan dengan menganggap bahwa hotel ini rumah saya. Kolam renang punya saya. Resto punya saya. Usaha saya,” katanya.

Tamu yang datang juga seakan datang ke rumahnya sendiri. Dengan begitu, ia akan jauh merasa kerasan untuk tinggal lama di hotel berkamar 179 itu karena merasa hommy.

Sekalipun kejenuhan itu ia alami, tetapi ia beruntung karena diberikan tempat khusus untuk ditinggali. Di hotel lain, ada owner yang menyediakan kamar untuk general manager. Tetapi saat okupansi hotel meningkat, mereka harus merelakan kamarnya untuk dijual kepada tamu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya