SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA—Undang-undang Pilpres perlu mencantumkan pasal mengenai larangan rangkap jabatan presiden, para menteri dan kepala daerah sebagai pejabat negara dan sebagai pejabat parpol guna menghindari konflik kepentingan.

Demikian disimpulkan dari diskusi Dialog Kenegaraan dengan tema “Menakar Peran DPD di Tahun Politik” di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPD), Rabu (20/2/2013). Turut menjadi nara sumber pada diskusi itu Wakil Ketua DPD, Laode Ida, pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin dan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Menurut Irmanputra Sidin, presiden dalam sistem ketatanegaran presidensil tidak bisa bekerja rangkap dengan parpol yang dipimpinnya. Bahkan presiden pun tidak memiliki masa libur untuk mengurus parpol yang dia pimpin.

“Kalau kita mau lebih cepat membenahi ketatanegaraan, tambahkan saja satu pasal dalam revisi UU Pilres bahwa presiden tidak boleh rangkap jabatan parpol,” ujar Irman dalam diskusi tersebut. Menurutnya, dengan diaturnya soal rangkap jabaran presiden itu maka semua menteri dan kepala daerah otomatis akan termasuk dalam aturan tersebut karena mereka penyelenggara pemerintahan.

Dengan adanya Undang-undang Pilpres yang mengatur rangkap jabatan itu, seorang presiden tidak saja lepas dari jabatan parpol, bahkan sebagai kader pun harus lepas guna memutus kepentingan partai di dalam pemerintahan, katanya.

“Kalau undang-undang itu sudah ada, nantinya presiden bisa dimakzulkan kalau masih ikut mengurus partai,” katanya.

Irman menilai pengambilalihan kewenangan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum oleh Ketua Majelis Tinggi, Susilo Bambang Yudhoyono tidak boleh terjadi karena tengah menjabat sebagai presiden. Kalaupun presiden akan mengurus partai seharusnya dia mengirim surat izin terlebih dahulu ke parlemen sebagai wakil rakyat.

Sementara Wakil Ketua DPD, Laode Ida mengatakan setuju untuk mengusulkan RUU soal pembatasan kewenangan presiden hanya sebagai presiden saja tanpa ikut-ikutan mengurus parpol.

Ketika presiden merangkap sebagai pemimpin parpol maka dikhawatirkan akan terjadi pemamfaatan lembaga negara untuk kepentingan partai, katanya. Laode lebih jauh menyatakan sistem ketatanegaraan Indonesia perlu dibenahi karena suduah tidak jelasnya aturan mengenai kewenangan lembaga negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya