SOLOPOS.COM - Presiden menyampaikan pujian untuk Muhammadiyah melalui konferensi video dalam acara Milad Ke-109 Muhammadiyah Tahun 2021di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (18/11/2021). (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah karena ada petinggi Polri yang mendatangi organisasi kemasyarakatan dengan maksud mengintimidasi.

Menurut Jokowi hal itu tidak pas karena di era demokrasi masyarakat bebas melayangkan kritik kepada pemerintah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jokowi meminta jajaran kepolisian tidak mudah menangkap masyarakat yang melayangkan kritik. Dikatakan Presiden, Polri harus memiliki ketegasan dan kewibawaan dan ketegasan itu cukup kepada pihak yang melanggar hukum.

“Saya sudah lama sekali ingin menyampaikan. Ada kapolda baru, ada kapolres baru, malah datang kepada sesepuhnya ormas yang sering membuat keributan. Bener ini?” tanya Presiden saat memberikan Pengarahan Kepada Kepala Kesatuan Wilayah Tahun 2021, Jumat (3/12/2021), sebagaimana dikutip dari Okezone.

Pertanyaan Kepala Negara itu direspons diam oleh seluruh anggota Polri yang hadir. Dia mengatakan, kebanyakan pejabat Polri menjawab kunjungan tersebut untuk situasi yang kondusif. Tapi lagi-lagi Jokowi mempertanyakan apakah cara itu betul.

Dia menegaskan agar Polri tidak menggadaikan kewibawaannya kepada pelanggar hukum. “Saya tanya ke kapolres. Kenapa bapak melakukan ini? Supaya kotanya kondusif. Tapi apakah cara itu betul? Hati-hati, jangan menggadaikan kewibawaan dengan sowan kepada pelanggar hukum. Banyak ini saya lihat. Saudara-saudara harus memiliki kewibawaan. Polri harus memiliki kewibawaan,” tuturnya.

Baca Juga: Ironi Demokrasi, Kritik via Mural Pun Diburu Polisi 

Dalam kesempatan yang sama Presiden juga menegur aparat Polri karena kerap menghapus mural yang mengkritik dirinya. Menurutnya, hal itu membuat indeks kebebasan berpendapat di Indonesia turun.

“Mural dihapus. Saya tahu enggak mungkin itu perintahnya Kapolri. Perintahnya kapolda juga enggak mungkin. Perintahnya kapolres juga mungkin enggak mungkin. Itu sebetulnya urusan di polsek yang saya cek di lapangan. Tapi nyatanya dihapus. Oleh sebab itu beri tahu kapolsek-kapolsek sampai kapolsek diberi tahu. Itu urusan kecil,” ujar Presiden saat.

Presiden menyoroti turunnya indeks kebebasan berpendapat di Indonesia. Ia meminta aparat kepolisian berhati-hati dengan ini. Menurutnya, pendekatan persuasif dan dialogis harus dikedepankan daripada sedikit-sedikit melakukan penangkapan.

“Hati-hati terhadap yang namanya indeks kebebasan berpendapat turun. Karena ini persepsi lagi. Dilihat oleh masyarakat, sekali lagi ini persepsi. Dikit-dikit ditangkap. Oleh sebab itu pendekatan harus persuasif dan dialogis. Persuasif dan dialog,” katanya.

Jokowi memberikan contoh kecil berkaitan dengan mural yang berisi kritikan kepada dirinya dan langsung dihapus pihak kepolisian. Dia memastikan, itu bukanlah perintahnya maupun Kapolri.

Baca Juga: Hapus Mural, Polri Sebut karena Isinya Fitnah dan Memecah Belah 

“Saya datang ke sebuah daerah ada mural dihapus. Ramai. Apa Presiden nyuruh kan. Urusan mural, oh urusan mural aja ngapain sih? Wong saya dihina, Saya dimaki-maki, difitnah udah biasa. Ada mural aja takut. Ngapain? Baca ini, hati-hati. Ini kebebasan berpendapat,” katanya.

Meski begitu, dia tetap mengingatkan jika sudah menyebabkan ketertiban masyarakat di daerah menjadi terganggu maka akan beda soal.

“Sehingga saya mengapresiasi di balik oleh kapolri membuat lomba mural. Saya kira hasilnya positif,” tuturnya.

Indonesia beberapa waktu terakhir memang menampilkan ironi tentang demokrasi. Sejumlah mural yang menyinggung pemerintah dihapus aparat dan pembuatnya diburu.

Padahal di sejumlah negara mural menjadi medium para seniman untuk menyampaikan kritik dan diperbolehkan.

Beberapa hari terakhir publik dihebohkan sejumlah mural yang menyinggung pemerintah dan kemudian viral.

Not Found

Di Kota Tangerang, ada mural bergambar wajah mirip Presiden Jokowi. Mata dari sosok wajah di mural itu tertutup tulisan “404: Not Found”.

Kasubbag Humas Polres Tangerang Tangerang Kota Kompol Abdul Rachim membenarkan soal adanya mural itu.

Namun mural itu kini telah dihapus aparat setempat. Pembuatnya diburu polisi.

Mural yang menyinggung pemerintah juga ada di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur. Mural tersebut bergambar dua karakter dan bertulisan Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit.

Mural itu juga telah dihapus dan pembuatnya diburu.



Mural diketahui sebagai salah satu bentuk seni jalanan yang dipakai oleh para seniman untuk mengekspresikan diri. Bahkan di sejumlah negara, mural digunakan untuk menyampaikan kritik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya