SOLOPOS.COM - Ilustrasi asuransi. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat menyebut turunnya premi industri asuransi jiwa telah diprediksi sejak lama.

Tanda-tanda tersebut setelah munculnya beberapa perusahaan asuransi jiwa yang mengalami gagal bayar dan penyelesaiannya belum menunjukkan hasil menggembirakan.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Pengamat Asuransi & Dosen Program MM-FEB UGM Kapler Marpaung mengatakan terkontraksinya pendapatan premi ini dapat berlangsung terus apabila masalah masalah gagal bayar tidak berhasil diselesaikan dengan baik.

“Belum lagi gambaran yang unpredictable apakah masih akan ada muncul perusahaan asuransi yang gagal bayar,” kata Kapler kepada Bisnis.com, Rabu (7/6/2023).

Tidak hanya gagal bayar, produk unit link juga disebut sebagai salah satu penyebab turunnya premi industri asuransi jiwa. Meskipun demikian, Kapler mengatakan produk tersebut sejatinya masih layak dipasarkan.

Terlebih semua produk asuransi tentunya baik, tetapi yang salah adalah design produk yang belum sepenuhnya disesuaikan dengan profil nasabah serta proses penjualannya yang tidak sesuai.

“Artinya banyak mis-selling,” imbuhnya.

Kapler menambahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator telah melakukan banyak hal untuk pembenahan produk unit link, misalnya saja dengan menerbitkan Surat Edaran OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI).

Namun, Kapler berpendapat bahwa aturan baru tersebut belum sepenuhnya dapat menyelesaikan akar masalah dari produk unit link. Dia menyatakan agar underlying aset atas investasi unit pada instrumen saham, Medium Term Notes (MTN) dan Repurchase Agreement (Repo) sebaiknya tidak diizinkan terlebih dahulu. Namun dalam SEOJK yang baru ini jenis investasi yang diperkenankan masih saja diizinkan di saham, MTN dan Repo.

“Padahal masalah unit link selama ini adalah masalah investasi yang hasilnya minus,” katanya.

Menurutnya tuntutan nasabah bukan return yang tinggi melainkan keamanan atas dana investasi dan hasilnya. Dia menilai apabila untuk sementara waktu dana investasi atas uang nasabah asuransi tidak diizinkan pada saham, MTN dan Repo, pasar modal tidak akan terganggu.

“Namun kalaupun dana investasi sektor asuransi bisa mempengaruhi kinerja pasar modal, tetapi tujuannya kan untuk sementara dan ingin melindungi konsumen,” katanya.

Pendapatan premi asuransi jiwa masih mengalami penurunan pada April 2023. Berdasarkan hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK 31 Mei, pertumbuhan premi asuransi jiwa per April 2023 turun atau minus 10,25 persen year on year (yoy).

Penurunan tersebut lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan Maret 2023 sebesar 9,81 persen yoy. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono mengatakan penurunan pendapatan premi tersebut didorong oleh turunnya premi di lini usaha Perusahaan Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) atau unit-linked.

“Kontraksi didorong oleh turunnya premi di lini usaha PAYDI, dengan pertumbuhan akumulasi premi asuransi jiwa yang turun 10,25 persen yoy, dengan nilai sebesar Rp57,67 triliun per April 2023. Namun demikian, akumulasi premi asuransi umum masih tumbuh positif 12,55 persen yoy menjadi Rp43,67 triliun,” kata Ogi.

Batas Modal Minimum Rp1 Triliun

Di sisi lain, OJK berencana untuk menambah batas modal minimum perusahaan asuransi menjadi Rp1 triliun pada 2028. Peningkatan tersebut dibutuhkan untuk mendorong penguatan struktur, ketahanan dan daya saing industri perasuransian.

Selain itu meningkatkan skala ekonomi pelaku industri dalam rangka menghadapi tantangan/tuntutan inovasi produk dan layanan asuransi berbasis teknologi. Namun apakah penambahan ekuitas tersebut mampu mengatasi gagal bayar yang menyerang industri asuransi jiwa?

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono mengatakan dengan ekuitas yang lebih besar, perusahaan memiliki buffer yang lebih besar dalam meredam risiko-risiko yang timbul dari aktivitas investasi dan pengelolaan aset perusahaan.

“Pada akhirnya perusahaan senantiasa memiliki dukungan permodalan yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban pembayaran perusahaan kepada pemegang polis,” kata Ogi dalam Konferensi Pers virtual Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan Mei 2023, Selasa (6/6/2023).

OJK disebut akan menaikkan batas ekuitas modal minimum perusahaan asuransi secara bertahap dari semula Rp100 miliar menjadi menjadi Rp500 miliar pada 2026 dan Rp1 triliun pada 2028. Kebijakan tersebut dilakukan lantaran modal minimum yang diatur di dalam Peraturan OJK (POJK) 67/2016 dinilai terlalu rendah dibandingkan dengan risiko usaha bisnis yang dijalankan perusahaan asuransi.

Di sisi lain, asuransi syariah modal ekuitasnya naik dari Rp50 miliar menjadi Rp250 miliar pada 2026, dan Rp500 miliar pada 2028. Tidak hanya itu, ekuitas perusahaan reasuransi juga akan naik secara bertahap.

Batas ekuitas modal minimum perusahaan reasuransi konvensional dari Rp200 miliar menjadi Rp1 triliun pada 2026, dan Rp2 triliun pada 2028. Sementara itu, untuk perusahaan reasuransi syariah dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar pada 2026 dan Rp1 triliun pada 2028.

Adapun untuk perusahaan asuransi yang baru mendapatkan izin dari OJK akan disyaratkan untuk memiliki modal disetor minimum lebih tinggi dari perusahaan eksisting. Untuk perusahaan yang baru mendapatkan izin, modal disetor perusahaan asuransi mencapai Rp1 triliun.

Berikutnya, perusahaan reasuransi konvensional sebesar Rp2 triliun, perusahaan asuransi syariah Rp500 miliar, dan perusahaan reasuransi syariah menjadi Rp1 triliun.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya