SOLOPOS.COM - Para prajurit TNI di lingkungan Kodim 0725/Sragen menyimak paparan dari manajemen PT Petrokimia Gresik terkait dengan pemupukan berimbang di Makodim setempat, Selasa (16/1/2018). (Tri Rahayu/JIBI/SOLOPOS)

Para prajurit TNI di lingkungan Kodim 0725/Sragen diminta mewaspadai dan ikut mengawasi peredaran pupuk abal-abal.

Solopos.com, SRAGEN—Para prajurit TNI di lingkungan Kodim 0725/Sragen diminta mewaspadai dan ikut mengawasi peredaran pupuk abal-abal dengan kemasan menyerupai produk pupuk milik PT Petrokimia Gresik. Manajemen PT Petrokimia Gresik mensinyalir ada lima macam pupuk abal-abal yang beredar di kalangan petani.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Persoalan tersebut mengemuka dalam sosialisasi pemupukan berimbang dan pengetahuan produk (product knowledge) di halaman Makodim 0725/Sragen, Selasa (16/1/2018).

Dalam forum itu, 325 orang prajurit TNI dari unsur bintara pembina desa (babinsa), komandan koramil (danramil) dan perwira staf Kodim 0725/Sragen belajar metode pemupukan berimbang dan pengetahuan produk pupuk bersama produsen pupuk PT Petrokimia Gresik. (baca: Prajurit Kodim Sragen Lari Jalan 5 Kilometer)

Dalam kesempatan itu, Pasi Ketahanan Wilayah Korem 074/Warastratama Mayor (Inf) Kusminin hadir mewakili Danrem. Kedatangnya disambut Dandim 0725/Sragen, Letkol (Inf) Camas Sigit Prasetyo. Sementara dari manajemen PT Petrokimia Gresik, hadir Manajer Promosi dan Perencanaan Pemasaran PT Petrokimia Gresik, Luqman Harun, Manajer Penjualan Ritel Wilayah I PT Petrokimia Gresik, Agus Susanto, dan Kabag Promosi PT Petrokimia Gresik, Junianto Simaremare.

Kabag Promosi PT Petrokimia Gresik, Junianto Simaremare, menjelaskan metode pemupukan berimbang dan beberapa kandungan hara pada pupuk produksi PT Petrokimia Gresik. Dia menyampaikan metode pengolahan lahan dan tanaman di Jawa dan luar Jawa berbeda karena ada perbedaan sifat tanah.

Dia menyebut ada tiga sifat tanah, yakni sifat fisik terkait dengan struktur tanah; sifat biologis terkait dengan kandungan mikroorganisme dalam tanah dan sifat kimia yang berupa unsur hara tanah.

“Kalau dulu hanya kenal urea, sekarang ada banyak macamnya, seperti SP36, ZA, dan NPK. Sebenarnya tidak ada kasus tanaman sampai kelebihan urea tetapi sebenarnya yang terjadi tanaman tidak mendapatkan pemupukan secara berimbang. Pemupukan supaya berimbang itu harus menyesuaikan kebutuhan tanaman. Jadi konsepnya, pemupukan berimbang itu pemberian pupuk yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman,” ujar Junianto.

Di sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan tanaman, maka harus mengetahui kandungan hara pada pupuk, yakni nitrogen (N) membuat tanaman lebih hijau, fosfor (P) memacu pertumbuhan akar, Kalium (K) membantu tanaman lebih kokoh dan tegak, dan sulfur (S) menambah aroma hasil panennya.

Unsur N bisa ditemukan di urea, unsur P ada di SP36, dan unsur kalium ada di KCL. Ketiga unsur itu, kata dia, ada semua dan perbandingan yang proporsional pada pupuk majemuk NPK Phonska.

“Belakangan banyak kasus ditemukan adanya pupuk yang meniru produk kami dengan kemasan dan simbol yang mirip, seperti Phoska, Booska, Poskah, dan Niphoska yang mirip dengan produk Phonska milik Petrokimia Gresik. Selain itu, ada pupuk SP-3,6 yang mirip dengan pupuk SP36 buatan kami. Kami minta para TNI ikut mewaspadai adanya pupuk yang meniru-niru produk kami karena jelas merugikan Petrokimia Gresik,” imbuhnya.

Dalam waktu dekat, Junianto segera sosialisi kepada para pengecer pupuk supaya bisa membedakan untuk pupuk resmi buatan Petrokimia Gresik dan pupuk yang tidak resmi.

Sementara itu, anggota TNI dari Koramil Sukodono, Ahmad Agus, sempat mempertanyakan mengenai alokasi pupuk bersubsidi untuk petani.

“Melihat alokasi pupuk bersubsidi tidak sesuai dengan kebutuhan petani maka para petani banyak yang membeli pupuk non subsidi,” katanya.

Kasi Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian Mochtar Arifin, menambahkan, alokasi pupuk bersubsidi yang diberikan pemerintah selalu lebih rendah dari kebutuhan pupuk petani yang tercantum dalam rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang dibuat petani.

“Hal itu terjadi, kata dia, karena keterbatasan anggaran,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya