SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Ketua Fraksi PPP DPR Lukman Hakim Saefuddin mengungkapkan, PPP berencana mengajukan “judicial review” atau uji materi Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 15/P/HUM/2009 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Untuk membuat putusan MA tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, PPP mengajukan pengujian Pasal 205 ayat (4) UU No 10/2008 terhadap UUD 1945 ke MK,” ujarnya di Gedung DPR Jakarta, Jumat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Keputusan MA tersebut memerintahkan kepada KPU untuk membatalkan dan mencabut aturan perhitungan tahap kedua penetapan perolehan kursi anggota legislatif yang terdapat dalam Pasal 22 huruf c dan Pasal 23 ayat (1) dan (3), Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2009.

Keputusan MA tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan perolehan kursi partai politik peserta pemilu legislatif 2009, karena beberapa partai (terutama partai kecil) akan berkurang dan yang lainnya justru bertambah.
 
Ditegaskan Lukman Hakim, Keputusan MA No 15/P/HUM/2009 tersebut adalah putusan lembaga peradilan yang mengikat dan MA secara konstitusional memiliki kewenangan menguji peraturan KPU.

“Oleh karena itu dengan senantiasa menjunjung tinggi prinsip negara hukum, keberatan atas putusan MA itu harus ditempuh dengan langkah hukum dan bukan langkah politik,” ujarnya.

Ditegaskannya pula bahwa yang dapat membatalkan putusan hukum adalah putusan hukum lainnya dan bukan putusan politik.

Terkait dengan argumentasi partainya untuk mengajukan “judicial review” itu, Lukman menjelaskan, ada sejumlah alasan untuk itu, diantaranya UUD 1945 menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan untuk memilih wakil rakyat dan membentuk pemerintahan yang mencerminkan aspirasi rakyat.

Karenanya pemilu harus dilaksanakan secara jujur dan adil.

Penafsiran terhadap pasal 205 ayat (4) UU No 10/2008 yang dibuat MA melalui putusannya, menurut PPP telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945 karena telah menyebabkan terjadinya perbedaan nilai antara suara pemilih yang satu dengan pemilih lainnya serta merugikan hak konstitusional pemilih dan atau calon wakil rakyat.

Pasal 205 ayat (4) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu Legislatif, menyebutkan, dalam hal masih terdapat sisa kursi (di tahap pertama) dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada parpol yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50 persen BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) DPR.

Lukman Hakim mengatakan, jika penentuan perolehan kursi tahap kedua didasarkan pada perolehan suara tahap pertama, maka suara yang telah ditransformasikan menjadi perolehan kursi ditahap pertama itu diperhitungkan kembali pada perolehan tahap kedua.

Hal ini selain menyebabkan terjadinya “double representation”, juga terdapat suara yang sama sekali tidak dapat menentukan perolehan kursi.

“Kondisi ini jelas bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak sesuai dengan asas pemilu yang adil,” ujarnya.
Ant/tya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya