SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, dibuat meradang dengan banyaknya calon siswa SMA asal Solo yang terlempar ke sekolah di luar kota sebagai dampak pemberlakuan zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019.

Wali Kota yang akrab disapa Rudy itu mendesak Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, agar berani melakukan diskresi yaitu kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Rudy mengatakan sistem zonasi seharusnya mendekatkan siswa ke sekolah sesuai domisili. Jika sampai ada siswa Solo yang terpaksa bersekolah di luar kota hanya karena sistem zonasi, itu sangat tidak adil dan merugikan siswa bersangkutan.

Dia meminta Gubernur Ganjar berani mengambil keputusan sendiri menyikapi karut marutnya sistem zonasi PPDB ini. “Saya mengusulkan kalau zonasi itu per wilayah. Cah Solo ya sekolah di Solo. Ora cah Solo sekolah nang Mojolaban, kui piye akhire? Anak-anak di Semanggi, Pasar Kliwon, ini enggak semua dapat sekolah [di Solo]. Mereka terlempar ke Mojolaban, Sukoharjo. Ini enggak adil, padahal membangun itu untuk keadilan. Saya membangun sekolah bagus-bagus, tapi anak-anakku malah dapat sekolah luar Solo,” kata dia kepada wartawan, Selasa (2/7/2019).

Diskresi tersebut, sambung Rudy, antara lain berisi aturan zonasi yang seharusnya merampungkan wilayah kabupaten/kota masing-masing. Apabila secara administratif seluruh anak di satu wilayah sudah mendapatkan sekolah, kuota luar kota baru boleh dibuka.

“Bukan berarti kami menutup kesempatan warga luar daerah untuk sekolah di Solo, tapi mereka bisa masuk ke persentase prestasi,” ucap Rudy.

Ia menilai Solo sudah menjadi korban sistem zonasi lantaran dikepung tiga kabupaten yakni Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali. Di sisi lain lokasi SMA dan SMK masih terpusat di titik tertentu, di antaranya SMAN 1, SMAN 2, SMA4, SMKN 2, SMKN 4, SMKN 5, SMKN 6, dan SMKN 7 yang berlokasi di Kecamatan Banjarsari.

Kondisi tersebut membuat warga Kecamatan Pasar Kliwon bisa terlempar hingga Sukoharjo. “Diskresi itu juga berisi kewajiban verifikasi domisili. Saya yakin yang mendaftar pakai surat keterangan domisili itu hanya menumpang tinggal untuk sekolah. Mereka menumpang enam bulan di Solo hanya untuk mendaftarkan anaknya bersekolah,” ungkapnya.

Dengan waktu yang mepet, Rudy meminta kebijakan ekstrem tersebut dikeluarkan gubernur untuk mengatasi kekisruhan. “Yen aku gubernur aku wani [kalau saya gubernur, saya berani] mengeluarkan diskresi ekstrem itu. Tapi kalau saya yang hanya Ketua RT ini, ya, enggak berani. Kalau PPDB SD dan SMP, ya wis ben meh [biarkan saja mau] pada sekolah di mana. Mengko yen ana sing ra entuk sekolah baru saya urus,” kata Rudy.

Desakan agar Gubernur Ganjar melakukan diskresi juga disampaikan Vox Populi Instituted Indonesia (VOX POINT) Indonesia. Ketua I Vox Point Indonesia, Antonius Yoga, mengatakan sistem zonasi seharusnya mendekatkan siswa ke sekolah sesuai domisili.

Dia meminta Gubernur untuk berani menerbitkan diskresi. “Banyak orang tua siswa yang mengeluh dengan sistem zonasi ini. Banyak siswa yang terlempar di beberapa wilayah diluar Kota Solo,” ujarnya di Ganeps Resto Solo, Rabu (3/7/2019).

Ia meminta Gubernur menerbitkan diskresi sebelum Jumat (5/7/2019). Ia meminta khususnya anak-anak di Pasar Kliwon mendapatkan sekolah di empat SMAN antaranya SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3 Solo, dan SMAN 7. “Empat SMAN ini dekat dengan wilayah Pasar Kliwon,” ujarnya.

Vox Point Indonesia membuka posko pengaduan PPDB. Posko menerima aduan sekaligus konsultasi.

“Kami membuka posko PPDB dan siap menerima pengaduan masyarakat terkait pelaksanaan PPDB online dan zonasi. Posko dibuka hingga Jumat [5/7/2019],” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya