SOLOPOS.COM - Ilustrasi PPDB di Kota Jogja. (JIBI/Harian Jogja/ Gigih M. Hanafi)

Sistem zonasi yang diterapkan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Sleman menjadi tantangan dalam pemerataan

Harianjogja.com, SLEMAN-Sistem zonasi yang diterapkan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Sleman menjadi tantangan dalam pemerataan sarana prasarana (sarpras) sekolah di daerah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pihak sekolah diminta memperkuat proses pendidikan untuk membanguna kompetisi antar sekolah.

Plt Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Arif Haryono mengatakan sistem zonasi tidak bisa dijadikan alasan menurunnya kualitas suatu sekolah.

“Bukan jadi alasan, ini [zonasi] harus jadi tahap pemerataan input pendidikan,” ujarnya, Kamis (12/7/2017).

Selain itu, dengan pendekatan jarak sekolah dengan tempat tinggal ini maka pemerintah wajib untuk memenuhi sarpras sejumlah sekolah yang dirasa belum memadai.

Terlebih lagi, tambah Arif, masyarakat berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Menurutnya, kualitas sekolah dibangun dari budaya mutu, profesional dan kompetensi guru. Tenaga pendidik sendiri memang sudah terikat kewajiban untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan optimal.

Secara jangka panjang, sistem zonasi dikatakan ditarget sebagai pemerataan kualitas pendidikan daerah. Arif juga menekankan di zonasi yang ditentukan di sistem PPDB Sleman masing-masing memiliki sekolah yang kerap dianggap unggul oleh masyarakat.

Sementara itu, Ponidi, Kepala SMP 4 Pakem mengatakan memang ada sejumlah keluhan dari masyarakat soal sistem zonasi ini. Berdasarkan masukan yang diterimanya, sebagian masyarakat beranggapan kini pendaftaran sekolah tak lagi menganggap penting nilai anak.

SMP yang meraih nilai rerata tertinggi se-DIY pada pelaksanaan UNBK lalu ini kini juga tak lagi memiliki siswa dari daerah yang beragam.

“Pendaftarnya yang ikut seleksi juga sedikit sekali dari luar daerah, sudah takut duluan dengan sistem zonasi,” terangnya ketika dihubungi.

Ponidi menguraikan jika siswa hampir semuanya berasal dari Cangkringan, Pakem, Turi, dan Ngemplak.

Hanya ada kurang dari 10 siswa yang berasal dari luar 4 kecamatan tersebut. Namun, ia mengaku tak khawatir akan adanya penurunan kualitas sekolah dengan perubahan sistem ini karena pihaknya akan berembug dengan orang tua siswa untuk mempertahankan mutu.

Meski demikian, Ponidi beropini jika zonasi bukanlah jawaban atas tujuan pemerataan mutu pendidikan.

Pasalnya, Ponidi memaparkan, daya tampung suatu daerah tidak selalu seimbang dengan lulusan pendidikan sebelumnya. Karena itu, diperlukan siswa dari luar daerah untuk memenuhi kuota termasuk sekolah swasta.

Dengan sistem ini, ia malah khawatir akan banyak siswa dari luar daerah yang tidak lolos seleksi sekolah kemudian bersekolah di lembaga swasta.

“Anak berkemampuan rendah dari jauh bawa motor sendiri kan malah bertolak belakang[dari tujuan zonasi],” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya