SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelaksanaan PPDB Online (JIBI/Solopos/Dok.)

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMAN dan SMKN di Jateng diwarnai banyak aduan dari masyarakat yang diserahkan ke Ombudsman.

Semarangpos.com, SEMARANG – Kantor Ombudsman RI Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengaku menerima banyak pengaduan dari masyarakat terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017 jenjang SMA negeri (SMAN) dan SMK negeri (SMKN) di Jateng.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Ombudsman Jateng, Sabarudin Hulu, menyebut pengaduan masyarakat yang diterima di poskonya terkait proses PPBD 2017 lebih dikarenakan kurangnya sosialisasi dan pemahaman yang diberikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng.

Ia mencontohkan aduan masyarakat itu salah satunya terkait legalisir Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran. Banyak masyarakat yang menganggap legalisir KK dan AK itu merupakan salah satu syarat wajib dalam PPDB 2017.

Ekspedisi Mudik 2024

Padahal, Disdikbud Jateng sudah mengeluarkan edaran ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) terkait ketentuan bahwa masyarakat tidak perlu membawa legalisir KK dan AK saat PPDB 2017. Legalisir KK dan AK hanya diperlukan saat calon siswa baru itu melakukan verifikasi.

“Ini lebih dipicu kurangnya sosialisasi dari Disdikbud mengenai Petunjuk Teknis (Juknis) kepada Satuan Pendidikan, sesuai Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Nomor 421/05238 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri tahun pelajaran 2017/2018 di Wilayah Provinsi Jawa Tengah,” beber Sabarudin saat menggelar acara buka bersama dengan awak media di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jateng, Semarang, Rabu (21/6/2017) sore.

Sabarudin menambahkan ada pula temuan kurangnya pemahaman pengelola sekolah terhadap ketentuan rayonisasi yang dikecualikan bagi anak PNS, anggota TNI dan Polri yang melakukan pendaftaran di sekolah yang mana kedua orangtuanya ditugaskan.

Ia menambahkan berdasarkan ketentuan sesuai dengan surat penugasan orangtua, maka calon peserta didik diberikan kuota lima persen.

“Akan tetapi pada pelaksanaannya, hal tersebut tidak dipertimbangkan karena pada aplikasi PPDB online tidak tersedia kolom khusus yang memuat nomor surat penugasan orangtua sebagai pengganti keterangan domisili,” imbuh Sabarudin.

Bahkan, dirinya juga mendapati aduan adanya empat kali praktek pungutan liar (pungli) yang muncul di beberapa SMK. Tanpa menyebut identitas sekolah yang dimaksud, ia menyatakan bahwa ada masyarakat yang dijanjikan anaknya diterima di salah satu SMKN di Jateng asalkan membayar Rp1 juta.

Bukti-bukti atas kasus itu kini tengah dikumpulkan Ombudsman Jateng dengan lampiran aduan dari para orangtua siswa.

“Karena sudah jelas dalam Permendikbud sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun sekolah yang mendapat bantuan operasional tidak boleh memungut biaya. Jadi kalau ada pungli, sanksi yang didapat bisa sampai pembekuan ijin sekolah tersebut,” kata Sabarudin.

Hasil temuan tersebut, lanjut Sabarudin, akan disampaikan ke Disdikbud Jateng sesuai kewenangan yang diberikan Ombudsman yang tercantum pada UU Nomor 37 Tahun 2008.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya