SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Memasuki Agustus 2011 ini, kita semua akan memasuki bulan penuh berkat, yakni bulan Ramadan (puasa). Sepanjang bulan itu,  muncul fenomena menarik, yakni pasar kaget Ramadan.
 
Disebut pasar kaget karena terjadi secara mendadak (spontan/kagetan), tidak berlangsung sepanjang tahun. Hampir di semua sudut kota akan kita jumpai kegiatan ekonomi rakyat ini. Jika didata secara statistik, masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ini, mungkin bisa berbilang ribuan. Bahkan mungkin lebih dari itu, dimana semua jenjang usia terlibat dalam kegiatan ekonomi musiman ini.

Pasar kaget ini terdapat hampir merata di semua kampung dan desa, mulai dari gang sempit, mulut gang, di sepanjang jalan utama, maupun di depan rumah warga. Yang dijual, tidak jauh dari komoditas makanan dan minuman yang berkaitan dengan menu berbuka puasa.  Mulai dari berbagai minuman hingga makanan kecil (jajan pasar) bahkan lauk pauk, banyak menghiasi komoditas masyarakat kecil ini. 

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Pendek kata, di sana dijual berbagai jenis makanan dan minuman yang siap dikonsumsi oleh warga masyarakat yang berpuasa. Pasar kaget ini biasanya berlangsung mulai pukul 15.00 di siang menjelang sore hari, hingga jam buka puasa berlangsung.

Sebuah pasar dapat tercipta apabila memang ada permintaan (demand) dari masyarakat yang cukup tinggi. Demikian pula pasar kaget Ramadhan, bisa berlangsung selama sebulan penuh dalam setiap tahunnya, karena memang ada permintaan pasar yang cukup besar. Maklum, di bulan Ramadan ini, warga masyarakat yang berpuasa biasanya diawali berbuka dengan makanan kecil, yang seringkali tidak praktis kalau membuat sendiri setiap hari. Ceruk pasar inilah yang coba digarap oleh mereka yang cerdas menangkap peluang bisnis.

Saling menguntungkan

Di pasar kaget Ramadan ini, terjadilah simbiosis mutualisme (kerja sama yang saling menguntungkan) antara penjual dan pembeli. Penjual akan mendapatkan omzet usaha (dan profit) karena produk jualannya laku, sementara pembeli bisa mendapatkan barang konsumsi yang dibutuhkan. Pasar kaget ini akan terus berlangsung, dan merupakan kegiatan musiman, yang setidaknya akan bisa menggerakkan ekonomi kelompok marjinal, di tengah persiapan menjelang Idulfitri, dimana kebutuhan keuangan warga biasanya meningkat drastis.

Kendati rata-rata omzet dagangannya berskala mini, karena  produk yang dijual bernilai kecil, namun para pedagang musiman ini mengaku sangat puas, karena setidaknya mereka bisa membantu para pembeli (konsumen), baik rekan, teman, tetangga, saudaranya atau bahkan orang lain yang berpuasa. Ada kepuasan batin, yang tidak bisa diukur dengan ukuran materi biasa. Dengan berjualan, mereka mendapatkan dua kepuasan sekaligus, yakni kepuasa jasmani dan rohani.

Yang jelas, aktivitas pasar kaget Ramadan, setidaknya akan melengkapi potret nyata rakyat kecil yang mencoba mengais rejeki di tengah-tengah hiruk pikuk dan dominasi para kapitalis dan pemodal kakap yang menguasai pasar modern, yang ada di mal-mal, di pusat perbelanjaan modern. Kegiatan mereka tidak membutuhkan tempat khusus seperti halnya pasar tradional, atau bahkan pasar modern sekalipun. Mereka cukup menyediakan sebuah meja sederhana, dan kursi dan kegiatan ekonomipun sudah bisa berlangsung.

Pasar kaget ini tercipta setidaknya karena ada semangat konsumtivistik dari masyarakat yang berpuasa. Secara logika, kegiatan puasa sebenarnya berkorelasi dengan menurunnya pengeluaran masyarakat yang menjalankan puasa karena makan berkurang satu kali. 

Namun, realitas yang terjadi di lapangan sungguh berbeda. Pada bulan Ramadan, pengeluaran ekstra untuk makan dan minum justru kian meningkat. Dalam konteks ekonomi, semangat mengeluarkan uang berlebih untuk memenuhi barang konsumsi semacam makan dan minum adalah semangat konsumtivisme. Nah, peluang menaiknya hasrat konsumsi inilah yang akhirnya ditangkap dan dimanfaatkan mereka yang jeli untuk memanfaatkan peluang yang ada.

Untuk itu, pemda dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak perlu melarang atau bahkan menertibkan (dalam arti menutup) kegiatan usaha ekonomi rakyat kecil ini. Biarkan mereka melakukan aktivitas ekonominya, tanpa harus dibebani dengan berbagai bentuk pungutan ataupun pajak.

Toh kegiatan ini akan lenyap seiring dengan berlalunya bulan Ramadan. Pasar kaget Ramadan, setidaknya merupakan potret kegigihan masyarakat kecil, yang ingin tetap mengais rejeki secara halal, tidak melalui korupsi dan sejenisnya. Biarkan ekonomi rakyat kecil, kaum marjinal ikut berputar seiring dengan momentum Ramadhan. Inilah potret kegairahan ekonomi rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya