SOLOPOS.COM - Ilustrasi bahan kimia berbahaya. (aboutkidshealth.com)

Solopos.com, SOLO-Mudah didapat dan dijual bebas, menjadikan racun potasium sianida kerap menjadi alat pencabut nyawa manusia seperti yang terjadi di Juwiring, Klaten. Seorang ibu tiga anak kehilangan nyawa setelah meminum air yang dicampur dengan bahan kimia berbahaya ini.

Sejumlah kasus pembunuhan lain seperti kopi sianida dan satay  beracun di Bantul juga seolah jadi bukti betapa mudah potasium sianida ini didapat sehingga akhirnya jadi alat pencabut nyawa manusa.  Masyarakat bisa membeli racun mematikan ini di toko offline maupun online. Padahal sejatinya racun ini sering dipergunakan untuk membunuh tikus maupun ikan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jika tak percaya betapa potasium sianida ini mudah didapat, silakan masukkan kata kunci sianida di sejumlah marketplace. Solopos.com mencoba memasukkan kata kunci sianida racun ikan di salah satu marketplace, hasilnya mengejutkan. Sejumlah toko online menjual barang ini dengan kisaran harga Rp125.000/kg-Rp324.000/kg.  Sementara jika memasukkan kata kunci racun tikus, harga yang ditawarkan lebih murah yaitu Rp1.000-Rp99.000.

Baca Juga: Waspada! Ini Efek Racun Apotas yang Merenggut Nyawa Ibu di Klaten

Penelusuran di marketplace lain yang berwarna hijau, penelusuran menggunakan kata kunci sianida racun ikan tidak ditemukan item barang tersebut. Sementara jika memasukkan kata kunci racun tikus,  memunculkan banyak toko penjual barang tersebut. Kisaran harga produk tersebut adalah Rp999-Rp88.000.

Sementara, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) menyatakan memperketat pengawasan penjualan prekursor, bahan berbahaya (B2), dan botol bekas bahan kimia di berbagai lokapasar di Indonesia. Hal ini menyusul ditemukannya 444 tautan penjualan produk prekursor, B2, serta botol-botol bekas produk kimia pada sejumlah lokapasar.

Temuan ini merupakan hasil pengawasan yang dilakukan Ditjen PKTN sejak April 2021. “Kementerian Perdagangan akan terus melakukan pengawasan terhadap produk dan jasa yang diperdagangkan di lokapasar. Menyusul temuan tautan yang merupakan hasil pengawasan, Ditjen PKTN akan melakukan pemanggilan klarifikasi terhadap penjual yang terbukti memperdagangkan produk-produk dimaksud dan melakukan pengamanan terhadap barang yang diduga tidak sesuai ketentuan pada lokasi kegiatan usaha,” kata Dirjen PKTN Veri Anggrijono, dikutip dari keterangan resminya, seperti dikutip dari Bisnis.com, Selasa (22/6/2021).

Baca Juga: Kakak di Juwiring Masukkan Potas ke Minuman saat Adik Ipar ke Wonogiri

Ditjen PKTN juga telah menyampaikan surat edaran kepada Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melarang perdagangan bahan berbahaya oleh penjual pada platform niaga elektronik dan memastikan penjual memiliki legalitas sebagai bentuk komitmen positif pelaku usaha perdagangan sistem elektronik.

Pengetatan pengawasan ini sekaligus juga untuk mencegah terulangnya kasus penggunaan potasium sianida, atau kalium sianida, seperti yang terjadi dalam kasus sate beracun di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada April lalu. Potasium sianida pada kasus tersebut dibeli secara daring di lokapasar secara bebas tanpa terikat dengan ketentuan yang berlaku atau melalui jalur tidak resmi.

Veri menjelaskan perdagangan produk prekursor, B2, dan botol bekas produk kimia pada lokapasar terindikasi tidak sesuai dengan berat bersih dan jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label, mutu, ukuran, proses pengolahan, kondisi, jaminan, dan standar yang dipersyaratkan.

Baca Juga: Bereaksi 5 Menit, Racun Potas Sebabkan Ibu 3 Anak di Juwiring Meninggal

Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kemendag Ivan Fithriyanto juga menegaskan untuk dapat mendistribusikan, mengedarkan, atau menjual jenis produk tersebut, setiap individu atau badan usaha wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya (SIUP-B2). Bagi Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2). Menurutnya, apabila tidak memiliki SIUP-B2, maka dilarang mengemas kembali (repacking) produk B2.

Sebelumnya pada 2016 lalu saat kasus kopi sianida jadi perhatian, kriminolog Universitas Indonesia Ade Erlangga Masdiana meminta Kementerian Perdagangan mengawasi peredaran sianida secara ketat. “Harus diawasi siapa yang beli, alamatnya di mana, lembaga atau individu siapa,” katanya seperti dikutip dari  kemenperin.go.id. Ia menyarankan Kemendag segera mengeluarkan surat edaran untuk mengontrol sianida agar korban tidak berjatuhan.

“Sianida itu biasa dipakai untuk racun tikus atau meracuni ikan. Bukan bagian dari pangan. Maka, perizinan dan pengawasan ada di lembaga yang bergerak di industri dan perdagangan,” ujar Kepala Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM, Anny Sulistiowati, di Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya