SOLOPOS.COM - Pertandingan karateka Jateng Imam Tauhid Raganda melawat atlet DKI Jakarta Tebing Hutapea di semifinal kelas kumite di GOR Tribuana, Pekanbaru, Kamis (13/9/2012) berakhir kisruh. (Foto: Aerani Nur Hafnie/JIBI/SOLOPOS)

Pertandingan antara karateka Jateng Imam Tauhid Raganda melawan atlet DKI Jakarta Tebing Hutapea di semifinal kelas kumite di GOR Tribuana, Pekanbaru, Kamis (13/9/2012) berakhir kisruh. (Foto: Aerani Nur Hafnie/JIBI/SOLOPOS)

PEKANBARU—Kontingen Jawa Tengah  (Jateng) kembali dirugikan di Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII Riau. Setelah sehari sebelumnya sepatu roda dicurangi wasit, kali ini giliran cabang karate yang dikerjai habis-habisan oleh juri pertandingan, Kamis (13/9).

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

Kinerja juri yang tidak adil saat karateka Jateng Imam Tauhid Raganda dikalahkan atlet DKI Jakarta Tebing Hutapea di semifinal kelas kumite -55kg putera berujung kisruh di GOR Tribuana, Pekanbaru. Saking kesalnya dengan keputusan juri, pelatih karate Jateng Sinsei Hermansyah Munginsidi membanting kursi ke tengah matras.

Hermansyah tak bisa menahan emosinya yang membuncah. Dia mengamuk sejadi-jadinya sambil berteriak-teriak memprotes keputusan wasit. Suporter tim Jateng ikut tersulut emosi dengan melempar botol air mineral yang masih berisi air ke arah lapangan. Hermansyah menuding-nuding wasit lebih memihak DKI. “Karate jangan dibeginikan!” teriak Hermansyah lantang.

Emosi Hermansyah yang merupakan ayah Imam terus bergejolak. Dia berusaha mengejar juri dan wasit tapi ofisial dari tim Jateng dan pihak keamanan berlari gesit menahan langkahnya. Hermansyah terus berteriak. Puteri Hermansyah yang juga karateka Jateng, Puspita Triana mencoba menenangkan sang ayah. Imam yang tak bisa menyembunyikan gurat
kekecewaan juga ikut menenangkan ayahnya.

Hermansyah lalu ditarik menuju pintu belakang. Di luar, Puspita dan Imam serta sejumlah orang masih berusaha menenangkan Hermansyah. Sementara manajer tim karateka Jateng Aria Bima melayangkan protes resmi ke dewan hakim disertai dengan bukti video rekaman. Namun, pada akhirnya protes Jateng tidak diterima.

“Menurut saya banyak sekali poin yang masuk tapi tidak dihitung oleh juri. Saya kecewa dengan juri tapi penonton bisa menilai sendiri [kinerja juri],” ujar Imam dengan berpeluh keringat saat ditemui Solopos.com.

Puspita juga merasa kesal adiknya dikerjai juri. “Tadi Imam melakukan pukulan mawashi tendangan ke kepala lawan tapi tidak dihitung. Juri tidak mengangkat bendera untuk memberi nilai. Juri banyak merugikan [Jateng],” ujar Puspita.

Kendati protes telah dilayangkan, Imam tetap dinyatakan kalah dan akhirnya mendapatkan perunggu setelah mengalahkan Duhril asal Sulawesi Selatan dengan skor 8-0. Sementara Tebing akhirnya mendapatkan emas setelah mengalahkan karateka Bali, Arimbawa.

Chief de Mission kontingen Jateng, Sukahar, juga tak bisa menutupi rasa kesalnya karena Jateng banyak dicurangi dalam penyelanggaran PON kali ini. Sukahar mengaku telah melayangkan protes mengenai semua kecurangan ini kepada PB PON dan KONI Pusat. “Kalau tidak ada perubahan dan kontingen Jateng masih terus dicurangi, saya akan
membawa kontingen Jateng mundur dari PON,” tegas Sukahar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya