SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BOYOLALI–Polres Boyolali mulai mengusut kasus dugaan pemalsuan tanda tangan pada dokumen alih status Desa Mojosongo dan Kemiri, Kecamatan Mojosongo. Empat orang saksi dipanggil ke Mapolres Boyolali untuk dimintai keterangan, Senin (27/2/2012).

Sementara itu, jumlah pelapor dugaan pemalsuan tandan tangan bertambah. Setelah mantan Ketua DPRD Boyolali, Miyono, melapor pekan lalu, giliran tujuh warga Kemiri melakukan hal yang sama. Didampingi kuasa hukum dari Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH), Universitas Muhammadiyah Surakarta, delapan warga tersebut resmi melapor ke Mapolres Boyolali, kemarin.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kapolres Boyolali, AKBP Hastho Rahardjo, melalui Kasatreskrim AKP Dwi Haryadi, mengatakan Polres memang sudah memulai proses pengusutan terhadap laporan pemalsuan tanda tangan di dokumen alih status Desa Mojosongo. Empat saksi yang sudah menjalani pemeriksaan adalah istri Miyono, Suparni, serta Ketua RT, RW dan mantan Kepala Desa di tempat tinggal Miyono. Yaitu Ketua RT 1, Juwardi, Ketua RW 10 Surono dan Mantan Kades  Mojosongo, Suparso.

“Kami memang sudah memanggil empat orang untuk dimintai keterangan, istri Miyono, Ketua RT, Ketua RW dan mantan Kades di tempat tinggal Pak Miyono. Mereka kami mintai keterangan sebagai saksi. Rencananya besok kami juga akan minta keterangan dari saksi-saksi korban lainnya,” kata Dwi.

Mantan Kades Mojosongo, Suparso, menegaskan tidak ada instruksi dari atas untuk memalsukan tanda tangan di dokumen prakarsa warga terkait alih status desa menjadi kelurahan. Dia juga tidak pernah memerintahkan RT atau RW untuk memalsukan tanda tangan. “Saya tidak tahu menahu tentang pemalsuan tanda tangan ini. Yang jelas tidak ada instruksi dari atas. Alih status ini adalah program pemerintah, jadi saya sudah menginstruksikan untuk melakukan sosialisasi ke RT dan RW,” beber Suparso.

Sementara itu, delapan warga Kemiri yang melapor karena tanda tangannya dipalsu adalah Sriyono, 48, Dukuh Tumurejo, RT 003/RW 013; Suyoto, 48, Dukuh Temurejo RT 003/RW 013; Markuat, 42, Dukuh Tumurejo RT 003/RW 13; Ngatemen, 62, Dukuh Gunung Sari RT 005/RW 014; Suranto, 46, Gunung Sari, RT 005/RW 014; Suwarno, 52, Dukuh Gunung Sari RT 005/RW 005; Kirmadi, 60, Dukuh Tegalrejo, RT 005/RW 015.

Kuasa Hukum Pelapor, Bhudhi Kuswanto, mengaku telah diminta mendampingi delapan warga Kemiri yang menjadi korban pemalsuan tanda tangan. Namun dia tidak menutup kemungkinan jika jumlah pelapor bakal bertambah. Dari delapan orang yang telah menyerahkan kuasa kepada pihak BKBH UMS, ada seorang yang tidak bisa datang langsung ke Mapolres. “Laporan kami sudah diterima. Tapi karena laporan pemalsuan tanda tangan sudah ada, maka perkaranya digabungkan saja. Jadi klien kami kapasitasnya sebagai korban pemalsuan atau saksi korban,” ujar Budhi.

Salah seorang pelapor, Suyoto, mengaku sama sekali belum pernah merasa tanda tangan di dokumen alih status. Total ada 85 warga RT 003/RW 013, Desa Mojosongo yang tercantum meneken tanda tangan di dokumen. Suyoto mengklaim sekitar 80 persen tanda tangan tersebut palsu. “Yang tidak bisa baca dan nulis saja, kok ada tanda tangannya,” ujar Suyoto.

(JIBI/SOLOPOS/Yus Mei Sawitri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya