SOLOPOS.COM - Ilustrasi pungli (dok. Solopos)

Solopos.com, KLATEN – Satreskrim Polres Klaten menelusuri dugaan pungutan liar atau pungli yang dilakukan salah seorang perangkat desa di Desa Sedayu, Kecamatan Tulung, Selasa (20/4/2021). Sejauh ini, anggota Satreskrim Polres Klaten telah memintai keterangan beberapa saksi dalam menangani kasus tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, munculnya dugaan pungli yang dilakukan seorang perdes itu bermula dari adanya program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL)/Prona di tahun 2016. Saat itu, terdapat 60 warga yang ikut program PTSL.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di tengah pengurusan PTSL, seorang perdes meminta uang ke warga yang ingin mengurus sertifikat tanah tersebut. Rata-rata, uang yang ditarik dari warga senilai Rp2 juta per orang.

Baca Juga: Ujian Sekolah di Sragen Digelar Tanpa Istirahat dan Jam Pulang Digilir

Di waktu selanjutnya, warga yang mempersoalkan penarikan uang tersebut melaporkan dugaan pungli ke Polres Klaten sekitar satu bulan lalu. Hingga sekarang, polisi sudah memintai keterangan beberapa orang di Desa Sedayu, Tulung, Klaten, guna menelusuri dugaan pungli tersebut.

“Kami telah menerima pengaduan dari warga Sedayu itu. Intinya, saat ini masih dalam tahap penyelidikan,” kata Kasatreskrim Polres Klaten, AKP Andriansyah Rithas Hasibuan, mewakili Kapolres Klaten, AKBP Edy Suranta Sitepu, kepada Solopos.com, Selasa (20/4/2021).

Salah seorang warga Sedayu yang enggan disebutkan namanya mengatakan sebagian warga yang menjadi peserta program PTSL tak tahu-menahu terkait uang yang harus dikeluarkan saat mengurus sertifikat tanah. Saat itu, warga hanya menuruti apa yang disampaikan salah seorang perdes di Sedayu.

“Warga di sini ini tidak tahu-menahu soal tarif pembuatan sertifikat tanah itu [PTSL]. Awalnya kan dimintai uang [oleh salah satu perdes]. Warga pun manut. Rata-rata ditarik Rp2 juta per orang. Ada satu orang yang ditarik Rp2,2 juta karena terlambat hari. Istilahnya nututi. Jumlah semuanya mencapai 60 orang,” kata warga Sedayu yang enggan disebutkan namanya itu.

Sumber Solopos.com tersebut berharap agar kejadian penarikan uang saat program PTSL di desanya tak terulang kembali di waktu mendatang. Tarif yang ditetapkan seorang perdes saat PTSL dinilai tinggi. Di antara peserta program PTSL harus menjual kayu untuk membayar uang yang sudah ditentukan seorang perdes tersebut.

Baca Juga: Perusahaan di Karanganyar Tak Bayar THR? Laporkan ke Nomor Ini

“Di desa lain itu hanya ditarik di bawah Rp2 juta. Itu pun dilaporkan ke polisi dan diproses. Di sini [Sedayu], penarikannya Rp2 juta per orang, bahkan ada yang di atas angka itu,” katanya.

Dihubungi terpisah, Kepala Desa (Kades) Sedayu, Kecamatan Tulung, Sri Kuatno, belum mengetahui pasti terkait laporan dugaan pungli di desanya tersebut. “Saat kejadian itu, saya belum menjadi kades. Prinsipnya, kami siap diklarifikasi terkait hal itu jika sewaktu-waktu dipanggil polisi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya