SOLOPOS.COM - Ilustrasi PNS (Dok/Solopos/Agoes Rudianto)

Solopos.com, BOYOLALI — Paguyuban pegawai negeri sipil (PNS) di Boyolali yang keberadaannya direstui penguasa setempat mengutip iuran kepada para abdi negara itu. Nilai iuran itu tak ditentukan, namun paguyuban hanya menerima dana yang nilainya lebih dari Rp100.000.

Tim Solopos.com menemukan kenyataan sebagian PNS yang resah telah mengadu kepada sebagian anggota DPRD setempat dan organisasi-organisasi nonpemerintah di Boyolali. “Iurannya memang seikhlasnya. Tapi minimal Rp100.000,” kata salah seorang PNS yang menjadi sumber Solopos.com, Kamis (16/1/2014),.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dia menyebutkan, tidak mendapatkan informasi yang jelas dan gamblang soal iuran yang dibebankan kepada kalangan PNS dan dibayar melalui paguyuban itu. “Informasinya hanya untuk kegiatan paguyuban. Rapat-rapat paguyuban dan penyambung aspirasi dari kalangan pegawai ke partai tertentu,” ucap dia.

Dia menyebutkan pertemuan di paguyuban dan penarikan iuran memang tidak secara langsung dikaitkan dengan partai tertentu. Tapi diakuinya cukup meresahkan. Bahkan dari sejumlah PNS yang ditemui Solopos.com, kemarin, enggan berbicara soal penarikan iuran itu. Ada juga PNS yang mengaku takut jika harus bercerita soal penarikan iuran itu.

Penelusuran yang dilakukan Pusat Kajian Pencerahan Politik Indonesia (PKP2I) mengungkapkan indikasi iuran itu nantinya bermuara dengan dana pemenangan parpol tertentu. Direktur Pusat Kajian Pencerahan Politik Indonesia (PKP2I) Thontowi Jauhari kepada Solopos.com, Kamis, mengungkapkan setiap pertemuan paguyuban di daerah biasanya dihadiri salah satu calon anggota legislatif (caleg) untuk melakukan sosialisasi.

“Nah uang iuran itu ke mana, memang kebanyakan PNS tidak tahu. Yang jelas memang untuk operasional paguyuban. Dan paguyuban itu sangat dekat dengan kekuasaan.”

Dia mendesak Bupati Boyolali Seno Samodro membubarkan paguyuban yang ada karena keberadaan paguyuban ini sangat mengganggu pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil. Dengan adanya paguyuban, PNS dinilai sangat menderita terintimidasi untuk memilih partai tertentu melalui paguyuban itu.

Paguyuban itu, kata dia, membuat hasil Pemilu 2014 berpotensi terjadi delegitimasi karena prosesnya yang tidak jurdil. “Bupati wajib melindungi dan mengayomi warganya dari intervensi pihak-pihak tertentu.”

Soal iuran PNS, dari pengamatan Thontowi biasanya pihak desa juga menjadi koordinator. Dan iuran yang dibebankan masing-masing desa berbeda tergantung jumlah PNS yang ada di desa tersebut. “Kalau PNS-nya sedikit biasanya iurannya besar. Antara Rp100.000 hingga Rp300.000 per PNS.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya