SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SUKOHARJO--Anggota Komisi I DPRD Sukoharjo, Sunardi membantah kunjungan Komisi I ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Rabu ( 15/1) sebagai pelaporan adanya politisasi birokrasi yang dilakukan pegawai negeri sipil (PNS) di Sukoharjo. Agenda tersebut dilakukan dalam rangka konsultasi masalah pemasangan atribut partai politik (parpol) dan calon anggota legislatif (caleg).

Sunardi, melalui sambungan telepon kepada Espos, Sabtu (18/1), mengatakan terkait laporan politisasi birokrasi yang dilakukan PNS, Komisi I DPRD Sukoharjo sama sekali belum pernah merapatkannya. Selain itu, Komisi I juga belum melaporkan apapun kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sukoharjo.
“Tidak ada rapat, apalagi ke panwaslu,” tegas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dijelaskannya, agenda Komisi I ke Bawaslu Pusat adalah melakukan konsultasi peraturan pemasangan atribut parpol dan caleg. Menurutnya, di dalam ruangan pertemuan, hanya ada keluhan yang disampaikan salah satu anggota Komisi I, Sunarno.
“Itu hanya keluhan, bukan pelaporan. Kalau memang ada pelaporan, seharusnya ada rapat. Padahal kami belum pernah menggelar rapat,” ujarnya.

Ia menegaskan, informasi Komisi I DPRD Sukoharjo melaporkan PNS yang diduga terlibat politisasi atau mobilisasi massa tidak benar. Hal itu hanyalah keluhan yang disampaikan salah satu anggota komisi.
“Mekanisme untuk mengatasnamakan komisi kan harus melalui rapat,” kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi I, Sunarno, saat dimintai konfirmasi solopos.com, Minggu (19/1/2014), mengatakan esensi pertemuan dengan Bawaslu, selain pelaporan atribut parpol dan caleg adalah pengaduan terkait politisasi birokrasi yang kental terjadi di Sukoharjo.

Menurutnya, Ketua Komisi I DPRD Sukoharjo, Suryanto, juga telah menegaskan agenda ke Bawaslu adalah agenda Komisi I.
“Kami mengadukan politisasi birokrasi yang kental terjadi di Sukoharjo,” tandasnya.
Ia juga mengkritik kinerja panwaslu yang terkesan menunggu adanya laporan pelanggaran. Menurutnya, hal itu membuktikan panwaslu hanya bekerja di belakang meja.

“Pasal 122 angka 1 huruf a pada UU No.12/2003 Tentang Pemilu menyebutkan tugas panwaslu adalah mengawasi semua tahapan penyelenggaraan Pemilu. Artinya panwaslu lebih difungsikan untuk mencegah terjadinya pelanggaran Pemilu, termasuk upaya politisasi birokrasi,” paparnya.

Ia menegaskan, ketika seorang Bupati merangkap sebagai ketua parpol seperti di Kabupaten Sukoharjo, kemungkinan terjadinya upaya politisasi birokrasi untuk memenangkan salah satu partai pasti akan terjadi. Ia meminta panwas melakukan identifikasi awal, bukan hanya menunggu laporan.

“Apa yang telah dilakukan panwaslu? Apa harus menunggu laporan dari masyarakat? Atau berusaha mengawasi agar para birokrat di Sukoharjo tidak terlibat politik praktis?” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Panwaslu Sukoharjo, Subakti, saat dihubungi Espos, Jumat (17/1), menyatakan kendala yang dihadapi panwaslu jika memang terjadi politisasi birokrasi adalah minimnya bukti dan saksi. Padahal, tanpa kedua hal itu, kasus tidak dapat ditelusur.

“Kalau ada indikasi PNS yang masuk politik, jangan hanya cuap-cuap saja tanpa bukti,” ujarnya.

Menurut dia, dalam prakteknya, politisasi atau mobilisasi yang dilakukan PNS biasanya dilakukan oleh pejabat. Kesulitan terbesar dalam mengungkap masalah tersebut adalah tidak ada PNS bawahan pejabat terkait yang bersedia tampil sebagai saksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya