SOLOPOS.COM - Suasana May Day Fiesta di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (14/5/2022). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.

Solopos.com, JAKARTA — Sejumlah elemen masyarakat bakal menggelar demonstrasi besar pada 21 Mei 2022, bertepatan dengan momentum reformasi.

Aksi itu merupakan puncak dari rangkaian gelombang unjuk rasa buruh di berbagai daerah.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Anggota DPR Ahmad Sahroni mengingatkan masyarakat yang akan melakukan aksi demonstrasi dalam rangka memperingati Hari Reformasi pada 21 Mei, untuk tidak mengangkat isu pemakzulan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Unjuk rasa sekarang harus tepat sasaran dan membangun, bukan yang niatnya perebutan kekuasaan atau menyerang lawan politik,” kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Baca Juga: Demo Buruh Semarang: Omnibus Law Lebih Berbahaya daripada Corona

Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR itu, unjuk rasa merupakan salah satu amanat reformasi yang diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD) 1945 sehingga aksi demonstrasi menjadi semakin terbuka dalam dunia demokrasi.

Namun, dia mengimbau seluruh elemen masyarakat yang hendak melakukan aksi unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya dengan tepat dan tidak mengarah pada perebutan kekuasaan.

Dia juga mempersilakan masyarakat mengkritik kinerja pemerintah dan DPR melalui aksi unjuk rasa.

Namun, tambahnya, jangan sampai masyarakat menjadi mudah terprovokasi oleh kelompok yang mencoba ingin membuat gaduh.

Baca Juga: Umur 23 Tahun: Putri Tanjung Staf Presiden, Semaoen Pimpin Demo Buruh

“Silakan teman-teman mahasiswa unjuk rasa, kritik kinerja pemerintah dan DPR dengan poin-poin yang valid dan membangun. Kami dan Pemerintah siap mendengar dan berdialog,” ujar kader Partai Nasdem itu.

Sejumlah elemen masyarakat dari kelompok buruh, seperti Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), diagendakan menggelar demonstrasi besar pada 21 Mei 2022, bertepatan dengan momentum reformasi. Aksi itu merupakan puncak dari rangkaian gelombang unjuk rasa di berbagai daerah.

Baca Juga: 23 Tahun Reformasi Tersandera Oligarki

Sementara itu, dalam UUD 1945, ketentuan mengenai pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945. UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 80 hingga pasal 84 mengatur terkait mekanisme pemakzulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya