SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (tengah) dipanggul prajurit Korps Marinir seusai upacara pengarahan di Lapangan Utama Markas Korps Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (11/11/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Yudhi Mahatma)

Politikus Demokrat Benny K. Harman mengkritik safari Jokowi ke Brimob, Kopassus, dan Marinir, memberikan kesan menyesatkan.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Benny Kabur Harman mengkritik safari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Brimob, Kopassus, dan Marinir, pekan lalu. Dia melihat ada dua kemungkinan kunjungan Jokowi ke satuan pemukul tersebut baik TNI dan Polri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pertama, Jokowi memang ingin mengantisipasi berbagai kemungkinan aksi massa terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonakitf Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dalam hal itu tak ada lembaga lain yang dapat diandalkan, selain TNI dan Polri.

Ekspedisi Mudik 2024

Kedua, kata Benny, Jokowi ingin memastikan TNI dan Polri berada di bawah kendalinya sebagai Presiden. Sesuai konstitusi, Presiden memang pemegang kekuasan tertinggi TNI dan Polri. Baca juga: Di Depan Marinir, Jokowi Ulangi Pesan Serupa.

Apapun alasannya, kata Benny, kunjungan-kunjungan tersebut memberikan kesan yang menyesatkan. Menurutnya, memelihara keberagaman bukan dengan tekanan pihak-pihak bersenjata. “Pemegang kekuasaan bukan berarti bisa semena-mena memerintahkan apa saja yang dikendaki presiden,” katanya.

Apalagi, jika hal tersebut sampai bertentangan dengan konstitusi. Pola yang sama, kata Benny, pernah terjadi pada masa demokrasi terpimpin, di mana TNI dan Polri dijadikan sebagai alat kekuasaan dan bukan alat negara.

Sebagai anggota Komisi III DPR, Benny mengimbau ada hal-hal yang wajib ditolak TNI dan Polri, meskipun datang dari perintah Presiden sekalipun. Menurutnya, perintah Presiden yang melanggar konstitusi, tidak memiliki landasan hukum, dan mendukung kelompok tertentu wajib ditolak oleh lembaga pertahanan dan keamanan negara.

Selain itu, Benny meminta pemerintah bersama penegak hukum menyelesaikan proses hukum Ahok dalam dugaan penistaan agama. Aksi 4 November atau 411 adalah bentuk kegelisahan masyarakat yang butuh keadilan dalam penegakan hukum. Baca juga: Polri Nyatakan Loyal ke Presiden, Sinyal Ada “Ancaman” Terhadap Jokowi?

Pernyataan Presiden yang mengarahkan aksi tersebut digerakan dan didanai aktor politik adalah bentuk degradasi nilai dari aksi turun ke jalan masyarakat anti Ahok. “Menuduh pihak ketiga bukan jawaban, tapi rakyat butuh solusi secara hukum,” ujarnya.

Menurutnya, jika aksi tersebut dibiayai, hal tersebut tidak melanggar apapun. Sebab telah diatur oleh negara mengenai hak kebebasan berekspresi. Sebelumnya, pengamat politik dan intelijen Boni Hargens yakin aksi 411 sarat gerakan politik. Bony menyebutkan ada tiga alasan terkait pernyataannya itu.

Pertama, aksi itu berlansung di tengah momentum Pilkada Jakarta 2017. Kedua, gerakan berjubah agama telah dipelintir untuk melawan pemerintah Jokowi, dan ketiga, aksi ini dipanaskan oleh konferensi pers Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas pada 2 November 2016. Mengingat, putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono, bertarung dalam kontestasi itu.

Hadirnya tokoh politik seperti Fahri Hamzah dan calon Wakil Bupati Kabupaten Bekasi Ahmad Dhani dalam gerakan itu mempertegas dugaannya. Selain itu, berdasarkan pengamatannya, gerakan besar dalam sejarah biasa memakan simbol kelompok seperti agama, suku, etnik, maupun politik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya