SOLOPOS.COM - Ilustrasi unjuk rasa menolak sistem pemilu tertutup. (JIBI/Harian Jogja)

Solopos.com, JAKARTA — Polri akan turun tangan guna menyikapi adanya informan yang memberitahukan rahasia negara terkait putusan Mahakamah Konstitusi, sementara bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY, Denny Indrayana membantah ada kebocoran.

Denny yang pernah maju sebagai calon gubernur yang diusung oleh Partai Demokrat itu sebelumnya mengaku pernah memperoleh informasi bahwa MK akan mengabulkan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pernyataan Denny ini kemudian ditanggapi oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengingatkan potensi chaos atau kerusuhan jika terjadi pergantian sistem pemilu di tengah jalan. 

Adapun Polri sedang menyiapkan langkah untuk mendalami kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan sistem pemilu proposional terbuka. 

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa pihaknya akan membahas hal yang disampaikan oleh Menkopolhukam Mahfud MD terkait kebocoran putusan MK.

“Tentunya kami saat ini sedang mempersiapkan langkah-langkah yang bisa dilaksanakan untuk membuat semuanya menjadi jelas,” kata Listyo di Westin Hotel Jakarta, Senin (29/5/2023). 

Dia kemudian menegaskan bahwa jika nantinya dalam kasus ini terdapat unsur pidana, pihaknya akan mengambil langkah lebih lanjut.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut telah berkomunikasi dengan MK, yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan atas gugatan terhadap sistem Pemilu terbuka belum diambil. 

Mantan Ketua MK itu menyebut kabar dari Denny Indrayana itu hanya sebatas analisis saja.

“Saya tadi memastikan ke MK apa betul sudah diputuskan [gugatan terhadap UU Pemilu]. [MK menyebut] belum, itu hanya analisis orang luar yang melihat sikap-sikap para hakim MK lalu dianalisis sendiri,” terangnya dalam acara Rapat Koordinasi Pemerintah dan TNI/Polri jelang Pemilu 2024, yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Senin (29/5/2023). 

Mantan Ketua MK itu bahkan menyebut informasi dari Denny bisa menjadi preseden buruk hingga bisa dikategorikan sebagai pembocoran rahasia negara.

Sementara, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY Denny Indrayana menegaskan tidak ada pembocoran rahasia negara terkait dengan kabar tersebut.

“Saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik,” terangnya dalam siaran pers, Selasa (30/5/2023).

Denny menyampaikan bahwa rahasia putusan MK tentu berada di lembaga tersebut. Oleh karena itu, dia menegaskan sumber informasi yang dia dapatkan bukan dari hakim maupun elemen lain di lingkungan MK.  

Dia juga menegaskan bahwa informasi yang disampaikannya, Minggu (28/5/2023), tidak menyebut bahwa adanya bocoran mengenai putusan MK, lantaran memang belum ada putusan yang disampaikan secara resmi oleh lembaga tersebut.

“Ini perlu saya tegaskan supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK,” tuturnya.

Dia juga menyoroti cuitan Menko Polhukam Mahfud MD. Dalam cuitan tersebut, Mahfud meminta agar Polri mengusut sumber A1 yang diduga dimiliki oleh Denny. 

“Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah ‘informasi dari A1’ sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menko Polhukam Mahfud MD. Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari ‘Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya’,” lanjut Denny. 

Denny menegaskan bahwa informasi yang didapatkannya kredibel. Dia menyampaikan bahwa informasi yang disampaikan hanya bertujuan sebagai kontrol publik agar MK berhati-hati dalam memutus perkara.   

Kendati MK belum membacakan putusan secara resmi, dia berharap agar lembaga peradilan tersebut tidak mengabulkan gugatan terhadap sistem Pemilu terbuka. 

Apalagi, jika sistem Pemilu berubah di tengah jalan, maka bisa menimbulkan kekacauan lantaran partai harus mengubah daftar bakal calon legislatif (caleg), yang sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

 

Sumber: Bisnis.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya