SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepolisian berinisiatif mengungkap kematian terpidana korupsi pemadam kebakaran di Kementerian Dalam Negeri, Hengky Samuel Daud.

Hal tersebut diungkapkan Koordinator Divisi Hukum ICW, Febridiansyah ketika dihubungi, Kamis (3/6) malam. “Polisi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi harus bergerak bersama-sama meneruskan kasus ini,” katanya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hengky meninggal Selasa (1/6) malam lalu dan pihak keluarga tidak menginginkan adanya otopsi. Chenny Kolondam, istrinya menyatakan “Kami sekeluarga sudah ikhlas, tidak ingin mempermasalahkan siapa-siapa,”. ujarnya.

Febri menyatakan meski keluarga menolak otopsi, kepolisian berhak untuk berinisiatif melakukannya. “Ini kan bukan delik aduan, tanpa diminta pun kepolisian harus mengusut kematiannya,” ucapnya.

Investigasi, kata Febri bisa dimulai dari tempat korban meninggal, siapa saja yang terakhir ditemui dan komunikasi apa saja yang sudah dilakukannya.

Belajar dari kasus ini, Febri menambahkan, Komisi harus berpikir serius tentang pentingnya punya tahanan sendiri. “Tahanan Komisi penting untuk mencegah saksi-saksi meninggal selama proses hukum belum selesai, apalagi saksi kunci,” ucapnya.

Maka ketika ada indikasi pembunuhan terhadap terpidana kasus korupsi, komisi sulit untuk meminta pertanggungjawaban. Tapi, Febri menegaskan, untuk menyatakan kematian Hengky karena untuk menutupi kasus yang lebih besar, masih terlalu dini. “Perlu investigasi lagi, apakah kasusnya hanya bagian dari kasus yang lebih besar,” urai Febri.

Bagian investigasi kasus, menurut Febri, merupakan domain Komisi. “Komisi harus tahu persis kenapa Hengky meninggal, sejauh mana perannya dalam kasus, dan bagaimana kasus ini tanpa dia,”

Sementara itu, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Usman Hamid berpendapat senada, bahwa kewajiban untuk mengotopsi korban, tanpa diminta keluarga. “Sesuai hukum pidana, semua pihak mungkin terlibat, maka kewajiban aparat untuk berinisiatif,” katanya ketika dihubungi terpisah.

Sayangnya, kepolisian kerap tidak menjalankan otopsi pada kasus-kasus penting seperti kematian Baharuddin Lopa ataupun Agus Wirahadi Kusuma. “Padahal itu kan sudah kewajiban, ” jelas Usman. Proses otopsi penting, menurut Usman, demi menghindari kecurigaan kematian yang disengaja.

tempointeraktif/ tiw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya