SOLOPOS.COM - Massa mahasiswa memblokade jalan tol dalam kota dalam kericuhan saat unjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menolak UU KPK dan pengesahan RUU KUHP. (Antara - Aditya Pradana Putra)

Solopos.com, JAKARTA -- Nama mantan Danjen Kopassus, Mayjen (Purn) TNI Soenarko turut terseret dalam kasus dugaan rencana permufakatan kerusuhan yang mendompleng demonstrasi bertajuk Aksi Mujahid 212 dan demonstrasi yang digelar mahasiswa beberapa waktu lalu.

Sebab, dosen IPB nonaktif Abdul Basith merencanakan aksi kerusuhan memakai bom molotov di kediaman tersangka SN yang diketahui sebagai Soenarko. Perencanaan tersebut dilakukan di kediaman Soenarko di kawasan Ciputat, pada Jumat (20/9/2019).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Pada 20 September 2019 pukul 23.00 WIB, pertemuan di rumah Mayjen [Purn] Sunarko di Ciputat," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono dalam keterangan tertulis, Jumat (18/10/2019).

Pertemuan di kediaman Soenarko turut dihadiri tersangka SS, SO, dan YD. Mereka merencanakan kerusuhan menggunakan bom molotov di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Selasa (24/9/2019).

"Pada rapat di Ciputat itu sudah terjadi permufakatan untuk membuat suatu kejahatan yaitu mendompleng kegiatan unras [unjuk rasa] tanggal 24 untuk buat chaos. Ada pembakaran dan buat chaos, itu sudah dibicarakan," katanya.

Solo Target Bom Teroris Abu Zee, Ini Lokasi yang Diperketat Polisi

Dalam rapat, mereka telah membagi tugas. Mulai dari mencari eksekutor, mencari pembuat bom, hingga mencari koordinator aksi unjuk rasa, salah satunya mahasiswa.

"Ada juga pembagian dalam rapat itu, yang merencanakan siapa saja, yang mencari eksekutor siapa, lalu yang menghubungi pembuat bom dan koordinator pencari massa terutama mahasiswa," sambungnya.

Selanjutnya, YD mengkontak Abdul Basith untuk membuat bom molotov. Bom tersebut dibuat untuk membuat nuansa rusuh pada aksi tanggal 24 September 2019.

"Kemudian pada 23 September ini tersangka YD lapor ke tersangka AB, dan disepakati untuk membuat bom molotov untuk digunakan 24 September," papar Argo.

Kepada YD, Abdul Basith meminta dana senilai Rp800.000 pada tersangka EF untuk membuat bom molotov. Selanjutnya, EF meminta suaminya yang berinsial UM untuk mentransfer dana segar tersebut.

Diduga Teroris, Pasutri Muda Masaran Sragen Ditangkap Densus 88

Seeusai dana telah ditransfer, YD, UM, dan JKG menuju ke kediaman HLD di kawasan Jakarta Timur. Di sanalah mereka membeli bensin untuk pembuatan bom molotov tersebut.

Total, sebanyak tujuh bom molotov berhasil dibuat. Selanjutnya, HLD dsn JKG melapor pada Abdul Basith jika bom telah siap untuk digunakan. "Tanggal 23 sudah dibuat tujuh molotov, kemudian setelah selesai molotov difoto dilaporkan kepada AB dan EF, ini lho bomnya sudah selesai dibuat," jelasnya.

Saat aksi unjuk rasa pecah di Gedung DPR, Jumat (24/9/2019), para tersangka membawa bom tersebut ke daerah Pejompongan, tepatnya di dekat Flyover Pejompongan, Jakarta Pusat. Dari total tujuh bom, yang memegang adalah tersangka ADR, YD, dan KSM (DPO).

"Tiga bom molotov dipegang YD dilempar ke petugas dua biji dan satu biji untuk bakar ban," tutup Argo.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 187 bis Pasal 212 KUHP, Pasal 214 KUHP, dan Pasal 218 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya