SOLOPOS.COM - Sejumlah seniman Surabaya menggelar aksi simpati di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS), Jumat (10/1/2014) lalu. Aksi yang diikuti seniman dari berbagai cabang seni tersebut, dipicu oleh matinya sejumlah satwa yang ada KBS sepanjang 2013 dan awal 2014. (JIBI/Solopos/Antara/Eric Ireng)

Solopos.com, SURABAYA — Pemerintah Kota Surabaya mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelidiki manajemen Kebun Binatang Surabaya (KBS) terkait dugaan pertukaran satwa yang dinilai tidak sesuai aturan.

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, mengatakan sebelumnya Pemkot telah melaporkan dugaan tersebut kepada KPK, bahkan pihaknya telah menyerahkan bukti baru kepada KPK seperti hasil audit dari Universitas Airlangga yang menyebutkan bahwa dalam KBS ada brankas berisi sejumlah uang. “Kami tidak berani membuka karena secara hukum tidak ada kewenangan, dan brankas ini terdapat tiga gembok yang diperkirakan dari para perkumpulan KBS,” kata Risma dalam konferensi pers di Balai Kota Surabaya, Rabu (22/1/2014).

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

Dugaan itu, kata Risma, salah satunya tentang pertukaran satwa dengan mobil atau sepeda motor dengan pemilik taman satwa di daerah lain. Dalam pertukaran satwa, katanya, seharusnya ada izin dari Menteri Kehutanan dan pertukaran antar negara harus ada izin dari Presiden. Selain mendesak KPK, Risma juga segera mengevaluasi seluruh manajemen dan karyawan KBS agar semuanya patuh terhadap Pemkot sebagai pengelola.  “Evaluasi ini melibatkan tim independen dari Universitas Airlangga,” katanya.

Menurut Ketua Tim Manajemen Sementara (TMS) KBS, Tony Sumampouw, uang dalam brankas tersebut dipastikan milik para perkumpulan KBS. Hanya saja, belum diketahui pasti milik perkumpulan siapa. “Silahkan saja KPK menyelediki KBS langsung,” katanya.

Ekspedisi Mudik 2024

Tony juga membantah jika tidak ada pertukaran satwa dengan sepeda motor ataupun mobil. Menurutnya, kendaraan baru KBS tersebut merupakan hibah dari perusahaan yang peduli terhadap KBS. Kasus KBS ini semakin melebar sejak satwa-satwa di dalamnya banyak yang mati. Dari kematian akibat sakit sampai kematian yang tidak wajar. Bahkan sebuah media Inggris menyebut KBS sebagai kebun binatang kematian karena kematian satwa yang berturut-turut.

Kebun binatang bersejarah ini dulunya milik pribadi sekumpulan orang Belanda pecinta satwa. Namun dalam perkembangannya, negara mengambil alih pengelolaan karena memiliki koleksi hewan langka dan dilindungi. Banyak perbedaan visi yang terjadi antara para perkumpulan tersebut. Pengelolaan KBS pun akhirnya berganti nama menjadi Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (PTFSS) pimpinan Stany Soebakir.

Pada 2006, Departemen Kehutanan mengeluarkan regulasi tentang lembaga koservasi yang harus diberikan kepada pemerintah berbentuk BUMN atau BUMD. Aturan tersebut dinilai  hanya untuk mencari keuntungan di KBS. Kondisi ini memicu konflik internal KBS hingga akhirnya terbentuk dua kelompok, yakni PTFSS pimpinan Basuki Rekso dan Yayasan Taman Flora dan Satwa Surabaya (YTFSS) yang diketuai Stany Soebakir. Perseteruan dua kelompok tersebut hingga kini berlanjut ke Mahkamah Agung.

Kasus KBS

Risma Desak KPK Segera Selidiki

SURABAYA – Pemerintah Kota Surabaya mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelidiki manajemen Kebun Binatang Surabaya (KBS) terkait dugaan pertukaran satwa yang dinilai tidak sesuai aturan.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan sebelumnya Pemkot telah melaporkan dugaan tersebut kepada KPK, bahkan pihaknya telah menyerahkan bukti baru kepada KPK seperti hasil audit dari Universitas Airlangga yang menyebutkan bahwa dalam KBS ada brankas berisi sejumlah uang.

“Kami tidak berani membuka karena secara hukum tidak ada kewenangan, dan brankas ini terdapat tiga gembok yang diperkirakan dari para perkumpulan KBS,” katanya dalam konferensi pers di Balai Kota Surabaya, Rabu (22/1/2014).

Dugaan itu, kata Risma, salah satunya tentang pertukaran satwa dengan mobil atau sepeda motor dengan pemilik taman satwa di daerah lain.

Dalam pertukaran satwa, katanya, seharusnya ada izin dari Menteri Kehutanan dan pertukaran antar negara harus ada izin dari Presiden.

Selain mendesak KPK, Risma juga segera mengevaluasi seluruh manajemen dan karyawan KBS agar semuanya patuh terhadap Pemkot sebagai pengelola.  “Evaluasi ini melibatkan tim independen dari Universitas Airlangga,” katanya.

Menurut Ketua Tim Manajemen Sementara (TMS) KBS Tony Sumampouw, uang dalam brankas tersebut dipastikan milik para perkumpulan KBS. Hanya saja, belum diketahui pasti milik perkumpulan siapa.

 “Silahkan saja KPK menyelediki KBS langsung,” katanya.

Tony juga membantah jika tidak ada pertukaran satwa dengan sepeda motor ataupun mobil. Menurutnya, kendaraan baru KBS tersebut merupakan hibah dari perusahaan yang peduli terhadap KBS.

Kasus KBS ini semakin melebar sejak satwa-satwa di dalamnya banyak yang mati. Dari kematian akibat sakit sampai kematian yang tidak wajar. Bahkan sebuah media Inggris menyebut KBS sebagai kebun binatang kematian karena kematian satwa yang berturut-turut.

Kebun binatang bersejarah ini dulunya milik pribadi sekumpulan orang Belanda pecinta satwa. Namun dalam perkembangannya, negara mengambil alih pengelolaan karena memiliki koleksi hewan langka dan dilindungi.

Banyak perbedaan visi yang terjadi antara para perkumpulan tersebut. Pengelolaan KBS pun akhirnya berganti nama menjadi Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (PTFSS) pimpinan Stany Soebakir.

Pada 2006, Departemen Kehutanan mengeluarkan regulasi tentang lembaga koservasi yang harus diberikan kepada pemerintah berbentuk BUMN atau BUMD. Aturan tersebut dinilai  hanya untuk mencari keuntungan di KBS.

Kondisi ini memicu konflik internal KBS hingga akhirnya terbentuk dua kelompok, yakni PTFSS pimpinan Basuki Rekso dan Yayasan Taman Flora dan Satwa Surabaya (YTFSS) yang diketuai Stany Soebakir. Perseteruan dua kelompok tersebut hingga kini berlanjut ke Mahkamah Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya