SOLOPOS.COM - Ilustrasi layanan BPJS di RSUD Moewardi (JIBI/Solopos/Dok)

Solopos.com, SOLO — Penolakan beberapa kalangan terhadap pengelolaan jaminan kesehatan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dinilai wajar karena belum semuanya paham mengenai aturan lembaga baru tersebut.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Utama Solo, Agus Purwono, menuturkan pihaknya akan terus melakukan pendekatan dan sosialisasi mengenai manfaat yang bisa diterima masyarakat. Mengenai pernyataan Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, Agus menilai penolakan bukan kepada program, tapi lebih kepada data.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Berdasarkan undang-undang (UU), masyarakat tidak mampu dan fakir miskin menjadi tanggung jawab negara. Namun pada kenyataannya hanya 86,4 juta jiwa yang terkaver program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan dan tidak perlu membayar iuran. Namun kondisi di lapangan menunjukkan banyak masyarakat miskin yang tidak terkaver Jamkesmas dan masuk dalam program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

“Tapi sebenarnya keduanya [pemerintah pusat dan daerah] bisa menjamin biaya peserta penerima bantuan iuran [PBI] karena merupakan penyelenggara negara,” tutur Agus saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Jumat (3/1/2014).

Menurut dia, peserta Jamkesda pun bisa secara otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan. Namun hal itu memang merupakan wewenang dari masing-masing pemerintah daerah (pemda). Selain itu, kesiapan masing-masing pemda untuk menanggung biaya premi pun berbeda. Agus mengatakan sejauh ini, dari lima wilayah yang berada di bawah BPJS Kesehatan Cabang Utama Solo (Solo, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar), baru Wonogiri yang menyatakan siap mendaftarkan peserta Jamkesda ke BPJS Kesehatan.

Agus menuturkan akan terus melakukan pendekatan dan menyosialisasikan keuntungan menjadi peserta kepada pemda dan masyarakat. Namun dia juga berharap, pemerintah pusat juga turun tangan mengenai masalah tersebut. Hal tersebut lantaran pihaknya tidak bisa melakukan pemaksaan karena hanya sebagai pelaksana.

Diakuinya di awal pelaksanaan banyak kebingungan dan keraguan dari berbagai pihak. Namun dia yakin, lama kelamaan, data akan terseleksi dan mengelompok sehingga semakin jelas siapa saja yang berhak mendapat bantuan iuran premi dari pemerintah. Menurut dia, program asuransi kesehatan yang selama ini terpisah, memungkinkan seseorang memiliki dua kartu jaminan kesehatan.

“Selama ini ada pekerja atau bahkan PNS yang mendapat kartu Jamkesmas, nantinya salah satu [kepesertaan] akan hangus. Biasanya yang hangus adalah bantuan premi dari pemerintah sehingga bantuan kesehatan dari pemerintah akan tepat sasaran,” terang Agus.

Terkait penumpukan pasien di beberapa rumah sakit (RS), Agus menyampaikan akan terus menyosialisasikan daftar RS yang bisa dijadikan rujukan di puskesmas dan fasilitas kesehatan (faskes) primer lainnya. Selain itu, pihaknya juga memberi daftar kepada peserta baru yang mendaftar ke BPJS Kesehatan.

Salah satu peserta yang mendaftar, Eftitik Putri Mariyawati, menuturkan sejak mengetahui iklan BPJS Kesehatan langsung tertarik. Oleh karena itu, dia pun langsung mendaftarkan lima anggota keluarganya untuk layanan kelas II. Menurut dia, BPJS Kesehatan memberi kemudahan dan membantu masyarakat.

“Peserta bisa memilih faskes primer dan bisa memilih tempat rujukan. Lokasi rujukan pun bermacam-macam, tidak hanya RS negeri tapi swasta pun bisa. Selain itu, untuk faskes primer kalau tidak cocok, bisa mengajukan ganti dalam waktu tiga bulan,” papar Eftitik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya