SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA: Menaikkan harga premium dianggap sebagai opsi yang paling memungkinkan untuk mengatasi polemik pembatasan BBM bersubsidi yang berlarut-larut.

“Maret kemarin sebenarnya paling tepat, tapi justru dilewatkan. Ketidaktegasan pemerintah justru memperburuk keadaan,”terang anggota tim konsorsium BBM tiga universitas dari UGM, Rimawan Pradiptyo saat ditemui usai Desiminasi Hasil Penelitian di Kantor Bank Indonesia Yogyakarta belum lama ini.

Promosi Apresiasi dan Berdayakan AgenBRILink, BRI Bagikan Hadiah Mobil serta Emas

Opsi yang paling memungkingkan, menurut dia, adalah dengan memberikan selisih harga yang fixed antara premium dan pertamax. Ia menambahkan, jika selisih harga kedua BBM tersebut sekitar Rp2.000, maka akan memudahkan pemerintah dalam menghitung subsidinya.

“Faktanya, kami tawarkan premium naik Rp500 saja, pemerintah tidak berani. Kalau di pasar ada satu komoditas yang sama dengan dua harga, sudah pasti akan terjadi moral hazard,” ujarnya.

Menurut Rimawan, konsumsi BBM di Indonesia tidak rasional. Departemen Keuangan harus bertanggung jawab untuk membayar berapa pun konsumsi yang dilakukan masyarakat. Padahal, anggaran yang dimiliki tidak cukup besar untuk bisa menalangi kebutuhan tersebut.

“Sistemnya sudah keliru dan harus segera diperbaiki,” ujarnya. (Harian Jogja/Intaningrum)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya