SOLOPOS.COM - Ilustrasi kampanye mencegah stunting atau tengkes pada anak-anak berusia di bawah lima tahun. (Antaranews.com)

Solopos.com, SRAGEN — Selain komitmen dari pemerintah, pola asuh orang tua menjadi salah satu poin penting dalam penanganan stunting.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Tengah, Widwiono, seusai acara Evaluasi dan RTL Audit Kasus Stunting di Tingkat Kabupaten Sragen di Front One Hotel pada Senin (21/11/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Orang tua yang punya tanggung jawab terhadap balita, juga ibu hamilnya. Jadi kalau kita bicara tentang stunting, ada pencegahan dan ada treatment. Kalau treatment dilakukan pada bayi yang sudah lahir 0-5 tahun, namun kami prioritaskan 0-2 tahun. Kalau pencegahan itu pada ibu hamil dan pada calon pengantin. Dua ini yang menjadi perhatian kami,” terang Widwiono.

Ia mengatakan orang tua biasanya menilai anak mereka sehat dilihat dari aktivitasnya. Jika normal, maka sehat. Namun, ketika diperiksa tinggi badannya tak sesuai dengan umur anak seusianya.

“Tinggi badan ada ukuran standar internaisonal, ada Z score. Ketika tinggi badan anak kurang dari tinggi 2,5% z score atau standar defiasi itu yang harus waspada, bahwa ini menjadi cikal bakal terjadinya stunting,” tambah Widwiono.

Baca Juga: 2024, Stunting di Sragen Ditarget Bisa di Bawah 10%

Kedua, orang tua harus waspada ketika diperiksa di Posyandu, berat dan tinggi badan anak tidak bertambah dalam dua bulan. Ketika ada indikasi stunting, para orang tua harus waspada dan harus segera konsultasi ke puskesmas terdekat.

“Dalam lima strategi percepatan penurunan stunting salah satu di antaranya pola asuh. Jadi orang tua punya tanggung jawab penting,” tambah Widwiono.

Sumber Daya Berkualitas

Wakil Bupati Sragen, Suroto, menjelaskan pencapaian target pembangunan kesehatan melalui upaya percepatan penurunan stunting merupakan salah satu investasi utama dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.

Peningkatan kualitas manusia Indonesia merupakan salah satu misi sebagaimana tertera pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.  “Indikator prevalensi stunting juga merupakan indikator Tujuan Pembangunan Berkesinambungan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada tujuan kedua yaitu “menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik serta meningkatkan pertanian yang berkelanjutan,” terang Suroto.

Baca Juga: Ketahui Beda Anak Berpostur Pendek dan Stunting

Lebih lanjut, dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, telah ditetapkan 5 (lima) strategi nasional.

“Kelima Strategi Nasional dimaksud, pertama peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa. Kedua, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat,” tambah Suroto.

Ketiga, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Kemudian peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat, terakhir penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.

“Perpres mengarahkan pendekatan pencegahan lahirnya balita stunting melalui pendampingan keluarga berisiko stunting. Agar siklus terjadinya stunting dapat dicegah, perlu ada formulasi kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada, satu di antaranya melalui audit kasus stunting,” terang Suroto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya