SOLOPOS.COM - Rumah Terduga Teroris (SOLOPOS/Tri Rahayu)

Rumah Terduga Teroris (SOLOPOS/Tri Rahayu)

Suginem, 76, berjalan tertatih-tatih sembari membungkuk keluar rumah berdinding gedek nyaris roboh di Dukuh Maron RT 14, Desa Karanganyar, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Minggu (12/6/2011) siang. Perempuan lanjut usia itu menyalami sejumlah wartawan yang bertandang ke rumah berlantai tanah itu.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Mangga-mangga Pak. Entene nggih ngateniki (adanya ya seperti ini-red),” ujar Suginem sambil mengambil posisi duduk di dingklik kayu di pinggir dinding gedek teras rumahnya. Tak ada kursi dan meja tamu di rumahnya. Hanya terdapat dua amben dan beberapa meja tempat radio di dalam rumahnya.

Painem, 33, pun turut keluar rumah dan duduk di samping ibunya. Dia adalah adik kandung terduga teroris PMN yang tertangkap di Kemayoran, Jakarta Pusat, bersama lima orang terduga teroris lainnya. Kedua perempuan renta itu berstatus sebagai janda beranak dua.

Suginem memiliki dua anak, yakni PMN dan Painem. Painem juga memiliki dua orang anak yang masih duduk di bangku SMP dan kelas V SD. Mereka merindukan PMN yang tak pernah mengirim kabar selama dua tahun terakhir.

“Saya tidak tahu bagaimana kabar anak saya. Katanya dia sudah mandiri bersama istrinya berjualan mi ayam di Jakarta. Sebenarnya ya kangen ingin ketemu. Tapi kami tidak punya biaya untuk ke Jakarta. Kalau ke sana pasti biayanya banyak,” ujar Suginem.

Terkadang pandangan perempuan berwajah keriput itu menerawang jauh ke sudut kebon kosong yang ditumbuhi rerimbunan bambu di depan rumahnya. Suginem tak banyak bercerita banyak tentang anak sulungnya. PMN pernah pulang beberapa waktu lalu ketika suami Painem meninggal dunia. PMN tidak pernah tinggal lama di rumah ibunya. Saat kepergiaan adik iparnya, PMN sempat menginap tiga hari di rumah tempat kelahirannya.

“Kalau pas pulang hanya sehari, kemudian balik lagi ke Jakarta. Ketika suami saya meninggal, dia cukup lama di rumah. Kisahnya panjang. Dia (PMN-red) sejak lulus SD sudah merantau ke Jakarta ikut tetangga berjualan mi ayam. Dia memiliki banyak teman seprofesi di Jakarta, tapi tak ada yang berasal dari satu desa. PMN adalah satu-satunya anak asal dukuh ini yang bekerja di Jakarta,” kisah Painem.

Sepeninggal suaminya, Painem mencoba bekerja menyetak batu bata untuk meringankan beban keluarga. Dia juga berjualan makanan ringan kecil-kecilan untuk sedikit menopang ekonomi keluarga. Dalam sehari, Suginem dan Painem mampu memroduksi batu bata mentah sebanyak 200 buah. Setelah batu bata terkumpul 2.500 buah, mereka baru membakar batu bata itu di tempat pamannya yang tinggal bersebelahan.

“Ketika pulang, PMN jarang keluar rumah. Padahal dulu sebelum menikah sering mancing di kali bersama teman-temannya. Sejak menikah dengan istrinya asal Kebumen, dia jarang kirim kabar ke rumah. Saat menikah pun, saya dan simbok juga tidak ikut ke sana karena tempatnya jauh,” urai Painem.

(Tri Rahayu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya