SOLOPOS.COM - Kondisi lapak yang kosong karena tidak digunakan PKL Sunday Market, Minggu (4/9/2016). Pemkot membatasi ketersediaan lapak sejumlah 1.600. (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

PKL Solo yang biasanya berjualan di Manahan memilih tak berjualan di lokasi itu lagi.

Solopos.com, SOLO – Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) Sunday Market menyerah tidak ingin lagi berjualan di kompleks Stadion Manahan karena tidak mendapatkan lapak sesuai kebutuhan dan harapan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satu PKL, Retno Hapsari, 34, menyampaikan keinginan untuk tidak lagi berjualan di kompleks Stadion Manahan karena tidak mendapatkan lapak sesuai kebutuhan. Dia hanya memperoleh lapak berukuran 2 meter persegi untuk berjualan pakaian. Luas lapak tersebut jauh lebih kecil ketimbang luas lapak sebelum penataan yang mencapai 8 meter persegi.

“Saya ikut pendaftaran gelombang pertama. Saya langsung dapat lapak tapi hanya 2 meter persegi. Lapak sempat saya pakai untuk berjualan. Ternyata tidak cukup. Barang dagangan tidak bisa dipamerkan. Tidak laku sama sekali. Saya menyerah. Sudah beberapa kali datang ke agenda pendaftaran lanjutan tapi tetap tidak diberikan lapak tambahan atau lebih besar,” kata Retno saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (15/9/2016).

Retno menilai proses pembagian lapak yang dilakukan UPTD Prasarana dan Sarana Olahraga belum adil. Dia meminta pemerintah membagi lapak dengan mempertimbangkan jenis dagangan. Menurut Retno, PKL pakaian idealnya memperoleh jatah lapak terbesar dengan luas 6 meter persegi. Dia menuntut pemerintah membuka kesempatan lagi bagi PKL untuk menambah lapak.

“Saat pendaftaran saya cuma bawa 1 KTP jadi saya cuma dapat 1 lapak. Dulu saya menyaksikan ada PKL lain yang mengumpulkan 4 KTP dan akhirnya mendapat 4 lapak juga. Tahu seperti itu saya bawa KTP ibu saya. Lagi pula ibu saya juga berjualan di Sunday Market sejak puluha tahun lalu. Cara pembagian kapak sejak awal salah. Seharusnya pemerintah melihat KTA PKL Sunday Market, bukan KTP,” jelas Retno.

Senada, salah satu PKL, Suranto, 50, menyebut banyak PKL yang mengeluh tidak ingin lagi berjualan di kompleks Stadion Manahan karena memperoleh jatah lapak di lokasi yang kurang strategis. Kondisi tersebut membuat barang dagangan para PKL tidak laku. Dia meminta pemerintah menyediakan lokasi baru di Manahan untuk menampung PKL yang kurang beruntung.

“Beberapa teman yang dapat tempat kurang strategis menyampaikan rencana ingin meninggalkan Manahan. Barang dagangan pedagang tidak laku terjual saat dijajakan di tempat yang kurang strategis. Pengunjung yang lewat di depan lapak sedikit sekali. Pedagang ingin cari tempat lain. Kalau bisa, PKL ingin pindah ke lokasi baru di Manahan yang mudah dilalui pengunjung,” tutur Suranto.

Suranto menyebutkan lapak yang dinilai kurang strategis berada di beberapa lokasi, seperti di bawah velodrome, tengah taman, dan pinggiran kompleks Stadion Manahan. Dia menceritakan dirinya juga dapat lapak di lokasi yang kurang startegis, yakni di tengah taman. Suranto menyebut sedikit sekali pengunjung yang lewat di taman.

Salah satu PKL lain, Mansur, 21, kecewa dengan kebijakan pemerintah yang membatasi kuota PKL Sunday Market di kompleks Stadion Manahan. Dia kesal tidak kunjung mendapatkan jatah lapak. Padahal Mansur telah beberapa kali datang ke Gelanggang Pemuda Bung Karno untuk mendaftarkan diri sebagai PKL Sunday Market. Dia meminta pemerintah menambah kuota lapak bagi PKL.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya