SOLOPOS.COM - Petugas Dinas Perdagangan Solo bersama Satpol PP dan linmas membongkar lapak pedagang kaki lima (PKL) di Jl. Brigjend Sudiarto, Joyosuran, Pasar Kliwon, Solo, Senin (25/9/2017). (Nicolous Irawan/JIBI/Solopos)

Seorang PKL meminta ganti rumah saat lapaknya dibongkar Pemkot Solo.

Solopos.com, SOLO — Ketenangan Dwiyatno, 60, pemilik salah satu lapak pedagang kaki lima (PKL) di Jl. Brigjen Sudiarto, Kelurahan Joyosuran, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, terusik saat tiba-tiba didatangi sejumlah petugas berseragam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Linmas, dan pegawai Dinas Perdagangan (Disdag) berseragam kaus merah, Senin (25/9/2017) pagi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dia yang sedang menunggu pelanggan sembari tiduran di ranjang modifikasi dari sebuah gerobak kemudian beradu argumen ketika petugas memintanya membongkar lapak semi permanen yang dia tempati. Spontan Dwiyatno menolaknya.

Dia beralasan tidak pernah mendapat surat pemberitahuan atau peringatan dari Disdag dan Satpol PP untuk menertibkan bangunan lapaknya. Selain itu dia juga mengaku tidak punya tempat tinggal selain lapak berukuran 1,5 meter x 3 meter itu.

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menjadikan lapak itu sebagai bengkel tambal ban dan tempat tinggal. Satpol PP dan Disdag meminta Dwi membongkar lapaknya karena berada di fasilitas umum. Disdag tidak melarang Dwi membuka jasa tambal ban asal tidak membangun bangunan semipermanen yang menempel tembok tanggul Kali Jenes.

Bangunan bengkel juga telah mempersempit jalan gang yang merupakan jalan umum sehingga dinilai mengganggu ketertiban. “Saya itu ndak punya rumah lo. Silakan kalau mau dibongkar tapi harus ada solusi rumah untuk saya tempat tinggal,” kata Dwi kepada petugas.

Petugas tentu tak bisa memberikan solusi rumah bagi Dwi. Yang bisa diberikan adalah alternatif tempat membuka jasa bengkel, bisa di pasar, selter PKL, atau diberi payung tempat berlindung. “Tapi kalau di selter atau di pasar enggak boleh jadi tempat tinggal,” kata seorang petugas.

Petugas mencoba memberi tahu Dwi mengenai alasan kenapa bangunannya harus ditertibkan. Tetapi Dwi tetap mengeyel dengan alasan bangunan yang dia dirikan sudah sepengetahuan RT, RW, bahkan kelurahan. Kabid PKL Disdag Solo, Didik Anggono, menegaskan bangunan milik Dwi harus segera dibongkar karena mengganggu ketertiban umum.

“Bapak tidur di sini, bawa televisi pula, enggak boleh Pak. Silakan kalau mau tetap buka bengkel di sini, tapi jangan bikin bangunan seperti ini, mesti pakai payung yang bisa dibongkar pasang,” kata Didik.

Pada penertiban itu petugas memberikan waktu kepada Dwi untuk mencari tempat tinggal baru terlebih dahulu sebelum membongkar lapaknya. Didik memberikan alternatif agar Dwi mengajukan kepada dinas terkait untuk bisa tinggal di rusunawa jika memang benar-benar tidak punya rumah.

“Silakan mau rusun mana, tapi pengajuannya di dinas perumahan, bukan ke kami, Semanggi bisa yang dekat,” ujar Didik.

Disdag bersama Satpol PP menertibkan sedikitnya 50 PKL di sepanjang Jl. Brigjen Sudiarto atau dari wilayah perempatan Gading ke selatan. Surat peringatan sudah dilayangkan kepada seluruh PKL pekan kemarin, tetapi baru sebagian PKL yang bersedia menertibkan atau membongkar sendiri lapak mereka.

Pemilik warung soto, Iwan, memilih membongkar lapak sendiri dengan harapan material lapak bisa dimanfaatkan untuk keperluan lainnya. Dia akan memanfaatkan bagian depan rumahnya untuk warung soto. Sebelumnya, warung soto dia bangun terlalu menjorok hingga mepet bibir jalan raya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya