SOLOPOS.COM - Galang Koin untuk gugatan terhadap 5 PKL (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

PKL Jogja digugat masih berlanjut.

Harianjogja.com, JOGJA-Lima pedagang kaki lima (PKL) Gondomanan membantah dalil banding pengusaha Eka Aryawan yang meminta PKL mengosongkan lahan di Simpang Jalan Katamso, Jogja. Bantahan yang dituangkan dalam satu bendel momori kontra banding diserahkan PKL ke Pengadilan Negeri Jogja, Rabu (30/3/2016).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Eka Aryawan sudah menang di Pengadilan Negeri kenapa harus mengajukan banding?” kata Kuasa Hukum Lima PKL Gondomanan, Ikhwan Sapta Nugraha di PN Jogja. Namun Ikhwan menghormati upaya hukum yang dilakukan pihak Eka Aryawan.

Hakim PN Jogja, Suwarno pada 11 Februari lalu memutuskan mengabulkan sebagian gugatan Eka Aryawan atas lima PKL. Hakim meminta PKL untuk menyerahkan lahan yang ditempatinya kepada Eka karena lahan ini bagian dari hak guna Eka Aryawan berdasarkan surat kekancingan dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Kepala Divisi Ekonomi Sosial Budaya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja, Budi Hermawan, yang juga mendampingi lima PKL mengatakan setelah menerima salinan memori banding dari pihak Eka Aryawan pada 24 Maret lalu, PKL sepakat untuk terus melanjutkan proses hukum.

Budi mengungkapkan, memori banding Eka berisi beberapa poin, di antaranya Eka minta hakim Pengadilan Tinggi untuk menghukum PKL mengosongkan lahan seluas 28 meter persegi yang merupakan bagian dari 73 meter persegi hak pakai Eka.

Eka juga minta hakim menghukum PKL membayar ganti rugi materi Rp30 juta per tahun sejak November 2011 sampai putusan dilaksanakan dan kerugian imateril Rp1 miliar. Jika PKL lalai melaksanakan putusan harus dihukum membayar uang paksa Rp1 juta per hari.

Eka meminta putusan dalam perkara tersebut dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meski masih ada upaya hukum lanjutan. Menurut Budi, gugatan Eka Rp1,12 miliar dalam pengadilan tingkat pertama sebelumnya ditolak hakim.

“Tapi gugatan Rp1 miliar ini ternyata tetap dipertahankan pihak Eka melalui upaya hukum Banding,” ujar Budi.

Selain menyerahkan konta memori banding, PKL juga sekaligus menyerahkan memori banding setebal 30 halaman. Budi mengatakan dalam momori tersebut pihaknya mempersoalkan surat kekancingan Eka Aryawan dijadikan dasar untuk memutus perkara oleh hakim PN Jogja.

Padahal, kata dia, surat perjanjian kekancingan milik Eka itu tidak pernah dibuktikan kebenarannya dalam persidangan. Pihak yang menandatangani surat kekancingan tidak pernah dihadirkan di persidangan.

“Surat kekancingan itu baru sebagai bukti awal tulisan. Kebenaran isinya harus dibuktikan dengan menghadirkan pihak yang menandatangani kekancingan,” katanya. Budi menuturkan yang menandatangani adalah Penghageng Panitikismo, Kraton. “Harusnya hakim membuktikan apakah benar atau tidak isi surat kekancingan itu asli,” ujarnya.

Lebih lanjut, Budi menilai hakim PN Jogja juga tidak cermat mengenai surat perjanjian perdamaian antara Eka Aryawan dan PKL yang dibuat pada 13 Februari 2013 di Polsek Gondomanan. Surat yang ditandatangani kedua belah pihak itu, kata Budi, sudah diungkapkan oleh saksi Paulus Beni Halim, pendamping hukum PKL, kala itu.

“Seharusnya jika sudah ada surat perdamaian, tidak ada lagi hak gugat menggugat,” tegas Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya