SOLOPOS.COM - Para pengguna jalan berhenti untuk membeli dagangan para PKL di Jalan Setia Budi, samping SDN 4 Sragen, Jumat (18/11/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Pedagang kaki lima di Jl. Setia Budi barat SDN 4 Sragen hanya boleh berjualan selama dua jam di lokasi tersebut. Itu adalah opsi pahit yang mereka ambil agar diperbolehkan berjualan oleh Satpol PP Sragen.

Sejatinya, Jl. Setia Budi merupakan kawasan larangan berjualan PKL. Dengan terbatasnya waktu berjualan, para PKL mengaku pendapatan mereka anjlok hingga 70%.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebelumnya, Satpol PP Sragen memberikan tiga opsi pilihan bagi 18 PKL yang berjualan di sana. Opsi tersebut: pertama, jualan dua jam terhitung dari jam istirahat pertama sampai istirahat kedua.  Kedua, berjualan dua jam terhitung dari jam istirahat kedua sampai jam pulang sekolah. Opsi ketiga, menempati gang Kampung Taman Murni di belakang SDN 4 Sragen sepanjang diizinkan warga setempat.

Setelah puluhan PKL mendatangi Kantor Satpol PP pada Senin (14/11/2022) lalu, mereka berembuk untuk menentukan pilihan dari tiga opsi itu. Padahal sebelum eksekusi penertiban lapak PKL pada Jumat (11/11/2022), para PKL menolak ketiga opsi tersebut.

Baca Juga: Ditertibkan Saat Berjualan, Puluhan PKL Datangi Satpol PP Sragen

“Ini ibaratnya saat pandemi PKL terpuruk. Sekarang sudah mulai merangkak berjalan membaik malah diinjak lagi nasib PKL. Kami terpaksa memilih opsi yang pertama dengan jualan dua jam itu daripada tidak jualan sama sekali. Kalau memilih opsi kedua justru siang dan mendekati hujan. Sedangkan kalau opsi ketiga nanti belum tentu diizinkan warga,” ujar seorang PKL, Broto, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (18/11/2022).

Broto menerangkan para PKL mulai berjualan pada Kamis (17/11/2022). Saat berjualan, Broto mengaku ia dan PKL harus berulang kali melihat jam karena jualannya mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB.

Pada Kamis kemarin, begitu pukul 11.00 WIB sudah didatangi Satpol PP yang menginatkan jam jualan habis. “Dengan berjualan dua jam jelas pendapatan PKL anjlok sampai 60%-70%. Padahal kami berjualan bertahun-tahun, baru kali ini diperlakukan seperti ini. Dengan dua jam itu untuk tata-tata dagangan sudah mau habis waktunya,” keluhnya.

Baca Juga: DPRD Sragen akan Kaji Perlu Tidaknya Perda PKL Direvisi

Seorang pedagang lotis, Sarno, mengaku berjualan di seputaran SDN 4 Sragen ini sejak 1994. Awalnya dia berjualan di Jl. Diponegoro Sragen di depan SDN 4 Sragen. Ia kemudian digeser ke samping barat SDN sampai sekarang.

“Selama berjualan di sini biasanya bisa dapat Rp800.000/hari. Tetapi sekarang dengan jualan dua jam itu hanya mendapat Rp300.000 atau turun hampir 70%. Habis mangkal di samping SDN 4 Sragen, lanjut berkeliling ke mana-mana. Itu pun maksimal hanya dapat tambahan uan Rp50.000,” jelasnya.

Sarno mengaku pelanggannya lebih banyak dari pengguna jalan bukan dari siswa sekolah. Dia ingat saat jualan di depan SDN 4 Sragen, pukul 13.30 WIB sudah pulang karena dagangan habis. Sekarang, dengan pendapatan Rp300.000-Rp400.000 per hari tidak cukup untuk kulakan lagi karena modal kulakan buah sampai Rp500.000 per hari.

Baca Juga: Cerita Setahun Selter Kartini Sragen, Kisah Perjuangan 3 Komunitas PKL

Mbok waktu jualannya itu tidak hanya dua jam tetapi ditambah jadi tiga jam atau empat jam,” pintanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya