SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Solopos.com, SOLO — Berbagai dukungan dari para pendukung pasangan capres-cawapres Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta mulai muncul ke ruang publik meski belum masuk masa kampanye. Menurut pengamat politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Moh. Jamin, masyarakat harus bisa mewaspadai isu SARA yang termuat dalam setiap kampanye agar tidak terjadi perpecahan.

“Seluruh masyarakat punya tanggungjawab terhadap kepentingan politik saat ini. Masyarakat secara aktif bisa memberikan laporan kepada pihak berwajib dalah penanganan pelanggaran pemilu seperti KPU dan Banwaslu. Hal-hal seperti kampanye yang mengandung sara dan penggunaan fasilitas umum harus diperhatikan lantaran melanggar hukum,” kata Moh. Jamin saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (21/5/2014).

Promosi Oleh-oleh Keripik Tempe Rohani Malang Sukses Berkembang Berkat Pinjaman BRI

Moh. Jamin mengatakan kampanye dengan muatan SARA dan mengunakan fasilitas umum melanggar UU No. 42/2008 tentang Pilpres Bagian Keempat Larangan dalam Kampanye. Paling bisa terlihat pada poin c dan h. Pada poin c dijelaskan larangan kampanye adalah menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Pasangan Calon yang lain. Sedangkan, poin h larangan kampanye adalah menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

“Secara umum, kampanye dengan muatan sara dan mengunakan fasilitas umum sepeti tempat ibadah, dan tempat pendidikan akan mengganggu netralitas. Secara tidak langsung akan terjadi klaim di antara tempat-tempat atau kelompok tersebut. Hal itu membuat perpecahan umat. Selain itu, jika itu termasuk kampanye hitam, masyarakat juga akan terbohongi atau disesatkan,” ujar Dosen Sosiologi Hukum UNS itu.

Moh. Jamin menambahkan selain dari masyarakat, KPU dan Banwaslu seharusnya bisa proaktis secara langsung untuk memantau setiap tempat umum atau wilayah yang berpontensi terjadi lahan kampanye dengan isu sara.

“Masyarakat memang dianjurkan wajib lapor kepada KPU dan Banwaslu dija merasa ada indikasi kampanye menyesatkan. Jika itu terjadi di tempat ibadah, pengurus tempat ibadah harus juga bisa proaktif bekerjasama dengan tokoh masyarakat atau tokoh agama setempat. Setelah merasa ada penyimpangan, segera laporkan. Tidak hanya itu, KPU dan Banwaslu harus juga turun ke masyarakat untuk memantau [indikasi pelanggaran kampanye],” kata Moh. Jamin.

Kampanye dan sosialisasi politik, menurut Moh. Jamin, secara teknis susah untuk dibedakan. Masyarakat diminta untuk waspada terhadap siapa pun orang yang datang dengan mengenakan berbagai atribut politik.

“Kalau sudah ada pemasangan atribut kampanye sepeti spanduk, buletin atau media yang sudah mempengaruhi keyakinan seseorang itu sudah masuk kampanye. Selain itu terkait pilihan presiden, sudah dijelskan visi dan misi mereka di atribut itu. Hal itu berbeda dengan sosialisasi yang hanya mengenalkan tokoh atau memberikan informasi mekanisme pencoblosan dalam pemilu kata Moh. Jamin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya