SOLOPOS.COM - Joko Widodo-Jusuf Kalla (JIBI/dok)

Solopos.com, JAKARTA--Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus berfluktuasi, mengekor kondisi politik jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang bakal digelar pada 9 Juli 2014 mendatang.

Banyak prediksi, IHSG maupun nilai tukar rupiah masih belum akan stabil hingga Pilpres berakhir, baru kepastian akan terjawab.

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada menuturkan, hal yang dilakukan investor saat ini hanyalah menunggu kepastian. Sosok presiden terpilih diharapkan mampu menjadikan perekonomian Indonesia lebih baik khususnya bagi pasar modal.

“Kalau market melihat terutama sekarang, mereka masih menunggu kepastian siapa presiden yang akan terpilih. Apakah Jokowi atau Prabowo. Pasar akan melihat sosok dan track record-nya seperti apa,” ujar Reza kepada detikFinance, Jumat (4/7/2014).

Reza melihat kedua pasang Calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa punya keunggulan masing-masing. Namun, tanpa bermaksud mendukung salah satu kubu, Reza menilai, sosok Jokowi-JK lebih bisa diterima pasar.

Selain keduanya punya pengalaman di pemerintahan, Jokowi dinilai punya aksi lebih nyata di lapangan, sementara JK mengerti soal ekonomi dan sosial.

“Pasar terus terang tanpa bermaksud mendukung, menginginkan Jokowi jadi presiden karena memang lebih bisa diterima pasar. Pasangan ini keduanya punya pengalaman masing-masing. JK yang latar belakangnya pengusaha juga pernah ada di pemerintahan dan mengerti ekonomi dan sosial, JK juga pelaku pasar jadi pro pasar. Jokowi sendiri sebagai birokrat jadi sudah tahu, dia juga orang lapangan,” jelas dia.

Apalagi, lanjut Reza, soal investasi asing pasangan Jokowi-JK dinilai lebih terbuka. Hal ini menjadi dasar kecenderungan orang-orang market untuk memilih calon pemimpin yang terbuka terhadap segala jenis investasi.

“Dalam program Jokowi investasi asing bisa dipermudah, contohnya beberapa kontrak tambang yang akan habis masanya bisa dinegosiasi untuk diperpanjang selama itu baik, itu juga artinya Jokowi tidak akan membiarkan investor asing keluar karena memang dibutuhkan juga,” kata Reza.

Sementara pasangan Prabowo-Hatta walaupun dinilai tegas namun terkesan lebih otoriter. Latar belakang Prabowo dari kalangan militer menjadi tonggak utama tolak ukur masyarakat memandang karakter capres tersebut. Apalagi, tambah Reza, Prabowo belum pernah punya pengalaman di pemerintahan.

Namun demikian, Prabowo ini sangat terbantu dengan hadirnya Hatta sebagai wakilnya. Pengalaman di pemerintahan, menjadikan Hatta bisa lebih dipandang untuk bisa menggerakkan perekonomian di masa datang.

“Prabowo belum pernah di pemerintahan dan berlatar belakang militer. Kesan militer inilah yang dinilai belum dekat dengan pasar, terkesan dekat dengan kekerasan, otoriter. Prabowo ada potensi menjadi otoriter, walaupun nantinya kita tidak tahu. Sementara Hatta lebih banyak di birokrat, lama di pemerintahan. Memang dari sisi regulasi dan rencana kerja bagus tapi sisi implementasinya belum tentu,” ucap Reza.

Namun demikian, Reza menyebutkan, pergerakan IHSG dan nilai tukar rupiah menjelang Pilpres masih akan bergerak normal, walaupun akan cukup fluktuatif.
IHSG di level support akan bergerak di angka 4.790-4.825, sementara untuk resisten akan berada di level 4.950-5.000. Untuk rupiah akan bergerak di kisaran Rp 11.700-Rp 11.800/US$.

“Pergerakan rupiah dan IHSG menjelang Pilpres masih akan fluktuatif. Sekarang masih menunggu setelah era SBY akan jatuh ke siapa, karena dari situ nanti kita juga akan tahu tim yang akan dibentuk, jadi intinya masih wait and see,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya