SOLOPOS.COM - Panglima TNI Jenderal Moeldoko (JIBI/dok)

Solopos.com, JAKARTA — TNI Angkatan Darat (AD) menjatuhkan hukuman kepada seorang Koptu Rusfandi dan Kapten Inf. Saliman. Rusfandi yang seorang tamtama itu diklaim sebagai bintara pembina desa (Babinsa) yang tidak netral dalam tahapan Pilpres 2014.Sedangkan Saliman adalah Danramil Gambir, Jakarta dianggap turut bertanggung jawab atas tindakan Rusfandi.

Meski TNI AD telah menjatuhkan hukuman, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengoreksi keterangan TNI AD soal tindakan Koptu Rusfandi dan Kapten Saliman. Menurut Moeldoko sesuai keterangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak ada yang terbukti babinsa bersikap tak netral.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

“Yang mengatakan tidak terbukti bukan panglima TNI tapi Bawaslu karena sudah melakukan pengecekan. Kalau ada yang dikatakan Kadispen AD, Babinsa yang melakukan tugas tidak pas timing-nya. Situasi seperti ini karena pekerjaan sosial. Itu yang dikoreksi,” jelas Moeldoko di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, Minggu (8/6/2014).

Jenderal TNI berbintang empat ini menyampaikan berdasarkan pengusutan Bawaslu, pendataan yang dilakukan oleh Koptu Rusfandi di wilayah Cideng bukanlah sebuah pelanggaran. “Mereka datang ke lokasi bersama aparat daerah setempat, ternyata apa yang dikatakan pelapor itu tidak terbukti,” kata Moeldoko.

Bahkan, lanjutnya, apabila diperlukan masyarakat di sekitar seperti Ketua RT, Ketua RW, dan Lurah, telah bersedia dan siap menjadi saksi bahwa pelanggaran tersebut memang tidak terjadi.

Panglima TNI memastikan tindakan Koptu Rusfandi tidak akan berdampak secara sistemik terhadap organisasi TNI. “Tidak terstruktur karena tidak ada perintah TNI ke lapisan terbawah. Tidak sistemik. Lokusnya hanya di Cideng [Jakarta Barat]. Saya berani cek bersama,” terangnya.

Moeldoko juga mengatakan kesalahan yang dilakukan prajurit di kalangan Babinsa adalah sebuah kewajaran, “Dia manusia yang punya naluri dan tanggung jawab. Jadi kalau ada salah, ya wajar. Wong lulusan SMP dan SMA,” bela Panglima terhadap anak buahnya.

Dia mengimbau agar masyarakat tak mengembangkan isu sendiri secara negatif. “Seandainya ada Babinsa yang melakukan penyimpangan di lapangan, lakukan hal-hal yang baik, foto dia, cari saksi dia. Setelah itu laporkan ke pimpinannya. Bukan mengembangkan isu yang semrawut seperti ini,” lanjutnya.

Sementara itu, ihwal perbedaan pernyataan mengenai pendataan preferensi pilihan warga dalam pilpres yang dilakukan oleh Koptu Rusfandi, Moeldoko mengatakan baik Bawaslu dan TNI AD memiliki wewenangnya masing-masing untuk memutuskan vonis bersalah atas perbuatan prajurit tamtama tersebut.

“Dalam konteks politik, Bawaslu punya otoritas untuk memvonis bersalah atau tidak. Dalam konteks penegakan disiplin militer, Kepala Staf punya wewenang mengambil tindakan apabila dipandang ada kesalahan,” jelas Moeldoko dalam konferensi persnya.

Sebelumnya, TNI AD telah menjatuhi hukuman kepada Koptu Rusfandi dan Kapten Inf. Saliman selaku atasan Rusfandi di Koramil Gambir, Jakarta Pusat. Kedua prajurit tersebut dinilai telah melanggar Pasal 5 Ayat (2) UU No. 26/1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit.

“TNI AD menghukum Koptu Rusfandi dengan penahanan berat selama 21 hari dan memberikan sanksi tambahan berupa sanksi administratif penundaan pangkat selama tiga periode (3 x 6 bulan),” jelas Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat, Brigjen TNI Andika Perkasa, dalam keterangan persnya, Minggu.

Sementara itu, atasan Koptu Rusfandi, Danramil Gambir Kapten Inf. Saliman juga dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin dan dinilai tak menjalankan tugasnya secara profesional.

“TNI AD menghukum Kapten Inf. Saliman dengan hukuman teguran dan memberikan sanksi tambahan berupa sanksi administratif penundaan pangkat selama 1 periode (1 x 6 bulan),” tambah Andika.

Saliman dianggap tak menjalankan tugasnya secara profesional lantaran tak menegur dan membiarkan Koptu Rusfandi yang melakukan pendataan preferensi pilihan warga dalam pilpres 2014.

Dia juga telah memerintahkan Koptu Rusfandi, yang merupakan tamtama pengemudi di Koramil Gambir untuk melakukan tugas Babinsa tanpa memberikan pembekalan teritorial yang memadai.

Menurut keterangan resmi TNI AD, apa yang dilakukan Babinsa itu adalah atas inisiatif sendiri dan bukan atas perintah atasannya hingga ke Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Pelaku pendataan sebetulnya tidak bermaksud mengarahkan warga untuk memilih capres tertentu. “Dia tidak bermaksud mengarahkan warga untuk memilih. Tetapi benar dia mendatangi warga di daerah satuannya untuk mendata preferensi warga dalam pilpres 2014, dan ini adalah kesalahan,” jelas Andika.

Menurutnya, saat mendata, warga tidak langsung memberikan jawaban dan Koptu Rusfandi berusaha mendapatkan jawaban dengan menunjuk pada gambar partai yang kebetulan adalah capres bernomor urut 1.

“Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesan seolah-olah Koptu Rusfandi mengarahkan warga untuk memilih salah satu calon presiden,” tambah Andika. (Sholahuddin AL Ayyubi/JIBI/Solopos/Detik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya