SOLOPOS.COM - Sukarelawan pendukung Didik Andriatno menunjukkan tanda terima surat aduan dari Polres Wonogiri di Pojok, Ngabeyan, Sidoharjo, Wonogiri, Minggu (29/9/2019). (Solopos/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI — Warga Ngabeyan, Sidoharjo, Wonogiri, mengadu ke polisi terkait dugaan politik uang (money politics) saat Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), Rabu (25/9/2019).

Warga tersebut membawa barang bukti berupa uang tunai yang diterima pemilih. Informasi yang dihimpun Solopos.com, Minggu (29/9/2019), Pilkades Ngabeyan diikuti dua calon kades (cakades), yakni cakades nomor urut 1 yang juga petahana, Pardi, dan cakades nomor urut 2, Didik Andriatno.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Berdasar hasil penghitungan suara, Pardi meraup 678 suara, unggul 31 suara dari Didik yang memperoleh 647 suara. Didik adalah Kepala Dusun (Kadus) Pojok, desa setempat.

Titemui Solopos.com di rumahnya, Pojok RT 001/RW 005, Didik meyakini bisa menang jika pilkades berjalan adil. Menurut dia, kekalahannya tak terlepas dari adanya pihak yang bermain uang saat masa tenang sebelum pemungutan suara, Rabu lalu.

Banyak warga mengaku diberi uang dan diminta memilih selain dia. Ada warga yang menerima Rp50.000, Rp100.000, Rp300.000, bahkan Rp400.000. Didik mencatat ada dua orang yang memberi uang, yakni Mjo yang merupakan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Ttg.

“Ini jelas merugikan saya. Kalau pilkades berjalan fair [adil], saya bisa menang. Suara saya hanya terpaut 31 suara,” kata dia.

Atas kondisi itu, sukarelawan pendukung Didik mengajukan dua surat penolakan seusai pemungutan suara. Surat itu yakni surat penolakan hasil pilkades karena telah terjadi dugaan politik uang dan surat penolakan karena diduga kuat KPPS yang merupakan bagian dari panitia tidak netral.

Tim sukarelawan Didik sampai mengirim dua surat lantaran surat pertama yang menyebutkan alasan telah terjadi dugaan politik uang tidak ditindaklanjuti. Oleh karena itu, sukarelawan kemudian mengadu ke polisi pada Jumat (27/9/2019) karena politik uang termasuk perkara pidana.

Sukarelawan mengadukan Ttg dan Mjo. Sukarelawan Didik, Rediyanto, mengaku memiliki alat bukti kuat yang bisa membuktikan telah terjadi politik uang, yakni berupa uang tunai dari warga penerima senilai Rp600.000.

Menurut penerima, uang itu pemberian Mjo dan Ttg. Keduanya disebut para penerima menyerahkan uang saat masa tenang, yakni dua hari sebelum pemungutan suara.

Sebelumnya, tim sukarelawan melakukan serangkaian penelusuran, termasuk dengan menginterogasi Ttg dan Mjo. Selain itu meminta keterangan warga penerima.

Saat ditanya, Ttg mengakui memberi uang kepada sejumlah warga. Dia menyebut uang tersebut dari seseorang. Mjo juga mengakui memberi uang, tetapi menurut dia uang itu uangnya sendiri.

“Warga mengaku diberi uang saat pemberi menyerahkan undangan coblosan. Saat itu warga diminta memilih Pardi. Bahkan, ada yang malah menyerahkan uang yang diterimanya kepada kami tanpa kami minta. Itu karena warga takut terlibat masalah hukum. Warga bersangkutan juga bilang diarahkan memilih Pardi,” ucap lelaki yang akrab disapa Anto itu.

Hingga berita ini ditulis, Pardi belum dapat dimintai konfirmasi. Saat Solopos.com ke rumahnya di Ngabeyan RT 003/RW 001, dia tidak berada di rumah.

Saat dihubungi nomor teleponnya, Pardi tak menjawab. Pertanyaan lewat pesan aplikasi Whatsapp (WA) hanya dibaca tapi tak dibalas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya