SOLOPOS.COM - Ilustrasi pilkades (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Pilkades Sragen, para pejudi atau botoh bertaruh uang hingga miliaran rupiah.

Solopos.com, SRAGEN — Para botoh sudah mulai bergerak di desa-desa penyelenggara pemilihan kepala desa (pilkades) serentah di 19 desa di Sragen, 6 Desember 2016.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Nilai taruhan mereka disebut-sebut mencapai miliaran rupiah. Dia mengungkapkan taruhan para botoh itu Rp200 juta sampai Rp1 miliar per cakades. Baca juga: Botoh Mulai Bergerak, Ini Modus-Modusnya

Seorang pengamat botoh Sragen, BK, 50, saat ditemui Solopos.com, Rabu (16/11/2016), mengungkapkan para botoh yang berasal dari wilayah Kudus, Pati, Grobogan, dan beberapa wilayah di pantai utara (pantura) Jawa ini tak tanggung-tanggung dalam memasang taruhan.

“Untuk memenangkan cakades yang didukung, para botoh ini bisa bermain dengan bagi-bagi uang. Ya, model politik uang [money politics]. Kadang-kadang cakades sendiri tidak tahu kalau ada botoh yang bermain,” BK yang juga aktivis organisasi di tingkat kecamatan.

BK mencontohkan di antaranya cakades A dan B yang berpotensi menang cakades A tetapi cakades B bisa dimenangkan dengan ulah para botoh itu, yakni dengan menyebar uang kepada warga agar memilih B.

Nilai taruhan para botoh bervariasi mulai dari Rp200 juta, Rp500 juta, sampai Rp1 miliar. Dia juga mengendus setiap cakades diduga memiliki modal cukup besar.

“Nilai modal itu bisa dilihat dari jumlah daftar pemilih tetap [DPT]. Kalau jumlah pemilihnya 3.000 orang, modalnya bisa sampai ratusan juta rupiah per calon,” ujar dia.

Untuk mengantisipasi botoh, BK meminta Pemkab Sragen mengumpulkan para cakades per desa agar membuat komitmen bersama untuk tidak melakukan politik uang. Komitmen itu dituangkan dalam berita acara yang disaksikan unsur muspika dan bila sampai ada yang terbukti terlibat dengan botoh cakades itu gugur.

“Hal itu pernah dilakukan di Sambungmacan dan ternyata bisa berjalan. Dengan pola itu pilihan masyarakat benar-benar dari hati nurani bukan karena uang,” tutur dia.

Salah seorang cakades yang juga mantan Kades Keden, Kecamatan Kalijambe, Sragen, Samuji, mengaku mendengar suara-suara adanya botoh di wilayah Keden. Samuji belum memastikan sendiri siapa botoh tersebut.

Dia menilai botoh itu seperti orang buang angin, suaranya terdengar tetapi sulit dicari wujudnya. “Saya tidak modal uang. Saya mengikuti arus saja. Terserah masyarakat yang menilai,” ujar dia.

Sementara itu, Kasat Reserse dan Kriminal Polres Sragen, AKP Supadi, meminta masyarakat melapor jika menemui ada perjudian atau botoh dalam pilkades.

Dia menilai modus botoh di daerah lain itu hampir sama. Waktu pilkades di Wonogiri misalnya, Supadi menyebut para botohnya dari Ponorogo dan Pacitan. Dia mengendus modusnya tetapi sulit untuk membuktikannya.

“Modusnya lewat telepon selesai. Mereka hanya modal saling percaya karena tidak ada catatan dan bukti lainnya. Pilkades itu tidak mungkin lepas dari botoh. Rumah bisa jadi taruhan karena nilai rupiahnya bukan Rp1 juta-Rp2 juta tetapi ratusan juta rupiah,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya